Hari pertama, 26 September 2012
Tujuan working group ini adalah untuk memberikan gambaran kepada para peserta sedikit banyak tentang cukai. Antusiasme peserta bisa dilihat dari working group yang ternyata lewat dari jam yang telah dijadwalkan.
keisengan waktu senggang
Hari pertama, 26 September 2012
Tanggal 26-27 September 2012, Kementerian Keuangan mengadakan Asia Pasific Tax Forum yang diselenggarakan di Hotel Grand Royal Panghegar, Bandung. Acara ini bekerja sama dengan International Tax and Invesment Center/ ITIC (bagi yang mau tau lebih jauh tentang ITIC bisa buka www.iticnet.org ). Acara yang dibuka oleh Wakil Menteri Keuangan, Mahendra Siregar ini diadakan dua hari. Tetapi untuk acara inti sendiri hanya berlangsung satu hari yaitu tanggal 27 September 2012 itu. Hari sebelumnya, diselenggarakan working group yang dipandu oleh Peneliti dari BKF.
Mungkin beberapa waktu yang lalu kita sempat mendengar beberapa negara melakukan kebijakan pelemahan mata uang. Kebijakan pelemahan mata uang adalah kebijakan moneter yang diambil dalam hal nilai mata uang dalam negeri terlalu tinggi. Contoh negara yang melakukan kebijakan ini adalah Jepang, China. Mengapa negara perlu untuk melemahkan mata uang?
Saat ini terkait dengan masalah perpajakan, orang dengan mudahnya mengatakan terjadi double taxation atas subjek pajak tertentu. Sekarang, mari kita telusuri pengertian double taxation dalam pengenaan pajak dalam negeri.
Konsep ekonomi
Pengertian pajak berganda atau yang dikenal dengan istilah double taxation adalah pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali. Dalam konsep ekonomi, yang disebut dengan double taxation adalah pengenaan pajak lebih dari satu kali atas penghasilan ekonomi yang sama. Misalnya seorang karyawan swasta menerima penghasilan berupa gaji. Atas pemberian gaji tersebut, perusahaan melakukan pemotongan PPh Pasal 21. Gaji tersebut akan digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Pada saat gaji tersebut dibelanjakan, akan dikenakan PPN atas barang yang dibeli. Dari contoh tersebut dapat terlihat bahwa atas penghasilan yang berupa gaji, akan dikenakan dua kali pemajakan.
Jika dijabarkan dalam rumus ekonomi akan menghasilkan rumus sebagai berikut:
Yd (penghasilan) = C (Konsumsi) + S (Tabungan)
Yd = Y (gaji) – T (pajak) --> pajak penghasilan yang dipungut perusahaan
C (konsumsi) juga mengandung unsur pajak karena terdapat unsur PPN dalam beberapa barang yang dikonsumsi.
Pengenaan pajak seperti ini hampir berlaku di semua negara, termasuk Indonesia. Selain gaji, keuntungan perusahaan, tanah dan bangunan, dikenakan pajak lebih dari satu kali. Akan tetapi, pengertian secara ekonomi ini tidak dapat dijadikan landasan pengenaan pajak berganda oleh negara.
Konsep yuridis
Dalam pengertian konsep yuridis, pengenaan pajak berganda adalah pengenaan pajak lebih dari satu kali oleh yurisdiksi yang sama atas penghasilan yang secara yuridis sama jenisnya. Menurut konsep yuridis, pengenaan pajak atas gaji sebagaimana dicontohkan di atas bukan merupakan pengenaan pajak berganda. Hal ini dikarenakan, pajak yang dikenakan atas penghasilan tersebut didasarkan pada yurisdiksi yang berbeda. Pajak penghasilan atas gaji dikenakan berdasarkan UU PPh. Sedangkan pajak yang dikenakan saat mengonsumsi barang tertentu dikenakan berdasarkan UU PPN. Selain itu, subjek pajaknya pun berbeda. PPh dikenakan atas penghasilan yang diterima karyawan tersebut. Sedang PPN dikenakan atas pembelian Barang Kena Pajak (BKP) yang dikonsumsi oleh karyawan tersebut.
Pengenaan pajak berganda tidak hanya dalam lingkup pajak pusat, tetapi juga lingkup pajak pusat dan pajak daerah. Intinya, selama pemajakan tersebut dikenakan dengan yurisdiksi yang berbeda dan dikenakan atas objek pajak yang berbeda, maka atas pengenaan pajaknya tidak dapat dikatakan terjadi pengenaan pajak berganda.
Pengertian ini yang lazim digunakan untuk menentukan adanya double taxation dalam sebuah transaksi atau penghasilan.
Semoga membantu...
Selengkapnya...
"Ada dua hal yang gak bisa dihindari dalam kehidupan, kematian dan pajak"
Isu kenaikan BBM mengandung banyak kontroversi di masyarakat. BBM yang dianggap memiliki efek domino yang besar, akan mempengaruhi banyak sektor terkait dengan isu kenaikannya. Di tengah fluktuasi harga minyak dunia, kenaikan BBM merupakan sesuatu yang sulit dihindari. Di samping itu, masyarakat juga tidak buta, bisa kita lihat di area SPBU, masih banyak mobil pribadi mengonsumsi BBM bersubsidi. Hal ini menunjukkan bahwa subsidi BBM justru tidak tepat sasaran. Sekitar 70% pengguna BBM bersubsidi justru mobil pribadi.
Well, may be i am a little late..tapi diantara sekian banyak polemik mengenai citra institusi perpajakan di Indonesia, saya tertarik dengan pembahasan mengenai pajak lingkungan. Apa yang dimaksud pajak lingkungan? Apakah ia merupakan bentuk pajak yang baru? Mungkinkah ia diterapkan di saat masyarakat sedang gencar2nya melakukan resistensi terhadap pajak?
Dalam KUHP dikenal hukuman yang lebih berat bagi mereka yang melakukan pengulangan kejahatan dalam batas waktu yang ditentukan. Misalnya kejahatan pembunuhan sebagaimana diatur pada Pasal 338 KUHP akan dikenai hukuman 10 tahun. Apabila ia mengulangi kembali perbuatannya setelah menjalani hukuman 10 tahun tersebut, maka berdasarkan Pasal 486 KUHP ia dapat diancam hukuman sepertiga lebih berat dari ancaman hukuman normal, dengan catatan perbuatan yang jenisnya sama tersebut dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun setelah menjalani hukuman untuk seluruh atau sebagian dari hukuman yang dijatuhkan.
Dalam Pasal 486-488, mengatur tentang penerapan unsur recidive (Aturan Khusus Buku II atau Buku III). Pada prinsipnya batas tenggang waktu untuk menentukan seseorang dapat dikualifikasikan sebagai residivis adalah 5 tahun antara hukuman yang sedang dijalani dalam suatu tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Bartolus, seorang ahli hukum, menyatakan bahwa “Humanum enimest peccare, angilicum, se emendare, diabolicum perserverare” atau kejahatan dan pengulangan kejahatan dianggap sebagai penerusan dari niat jahat, maka dapat dipastikan bahwa praktik pengulangan kejahatan itu sendiri sama tuanya dengan praktik kejahatan. Kita dapat melihat betapa pentinganya kedudukan pengulangan tindak pidana dalam hukum pidana.
Residivis sendiri berasal dari bahasa Perancis re dan cado. Re artinya lagi. Cado artinya jatuh. Residivis adalah melakukan kembali perbuatan kriminal yang sebelumnya dilakukan setelah dijatuhi hukuman pidana (dalam hal ini dari putusan hakim yang bersifat tetap) dan menjalani penghukumannya. Secara umum, unsurnya adalah:
a. Dilakukan oleh orang yang sama
b. Telah jatuh putusan terdahulu atas tindak pidananya
c. Pernah menjalani sebagian atau seluruh hukuman
d. Putusan hakim tersebut bersifat tetap
e. Dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
Dalam konsep KUH Pidana Tahun 1982/1983 disebutkan bahwa tujuan pemidaan adalah untuk:
a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum dari pengayom masyarakat
b. Mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian menjadikan orang yang baik dan berguna serta mampu untuk hidup bermasyarakat
c. Menyelesaikan konflik yang disebabkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat
d. Membebaskan rasa bersalah para terpidana
Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.
Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan sendiri juga dikenal adanya tindak pidana perpajakan sebagaimana diatur dalam KUP. Pelanggaran maupun kejahatan terhadap ketentuan perpajakan akan dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Prof. Dr. Mr. J. Van der Poel (dalam buku Rondom Composite en Compromis) menyatakan bahwa hukum pidana pajak sebanyak mungkin harus sesuai dengan hukum pidana umum.
Penerapan hukuman ini ditujukan untuk memberikan efek jera dan sebagai alat untuk mencegah terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan. Akan tetapi, ada beberapa perbedaan antara tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana umum. Salah satunya adalah mengenai residivis.
Bukan hal mustahil apabila wajib pajak mengulangi kesalahan berupa tindak pidana pajak sebagaimana diatur dala Pasal 39, 40, 41, dan 41A UU KUP dalam jangka waktu tertentu. Namun, peraturan perundang-undangan perpajakan tidak mengenal istilah residivis. Akibatnya, apabila terjadi tindak pidana yang sama dalam jangka waktu tertentu akan dikenakan hukuman yang sama. Mengapa tidak ada istilah residivis dalam pajak yang bisa dikenakan hukuman misalnya sepertiga lebih tinggi dari sanksi biasa dalam jangka waktu 5 tahun?
Selengkapnya...