Saat ini terkait dengan masalah perpajakan, orang dengan mudahnya mengatakan terjadi double taxation atas subjek pajak tertentu. Sekarang, mari kita telusuri pengertian double taxation dalam pengenaan pajak dalam negeri.
Konsep ekonomi
Pengertian pajak berganda atau yang dikenal dengan istilah double taxation adalah pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali. Dalam konsep ekonomi, yang disebut dengan double taxation adalah pengenaan pajak lebih dari satu kali atas penghasilan ekonomi yang sama. Misalnya seorang karyawan swasta menerima penghasilan berupa gaji. Atas pemberian gaji tersebut, perusahaan melakukan pemotongan PPh Pasal 21. Gaji tersebut akan digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Pada saat gaji tersebut dibelanjakan, akan dikenakan PPN atas barang yang dibeli. Dari contoh tersebut dapat terlihat bahwa atas penghasilan yang berupa gaji, akan dikenakan dua kali pemajakan.
Jika dijabarkan dalam rumus ekonomi akan menghasilkan rumus sebagai berikut:
Yd (penghasilan) = C (Konsumsi) + S (Tabungan)
Yd = Y (gaji) – T (pajak) --> pajak penghasilan yang dipungut perusahaan
C (konsumsi) juga mengandung unsur pajak karena terdapat unsur PPN dalam beberapa barang yang dikonsumsi.
Pengenaan pajak seperti ini hampir berlaku di semua negara, termasuk Indonesia. Selain gaji, keuntungan perusahaan, tanah dan bangunan, dikenakan pajak lebih dari satu kali. Akan tetapi, pengertian secara ekonomi ini tidak dapat dijadikan landasan pengenaan pajak berganda oleh negara.
Konsep yuridis
Dalam pengertian konsep yuridis, pengenaan pajak berganda adalah pengenaan pajak lebih dari satu kali oleh yurisdiksi yang sama atas penghasilan yang secara yuridis sama jenisnya. Menurut konsep yuridis, pengenaan pajak atas gaji sebagaimana dicontohkan di atas bukan merupakan pengenaan pajak berganda. Hal ini dikarenakan, pajak yang dikenakan atas penghasilan tersebut didasarkan pada yurisdiksi yang berbeda. Pajak penghasilan atas gaji dikenakan berdasarkan UU PPh. Sedangkan pajak yang dikenakan saat mengonsumsi barang tertentu dikenakan berdasarkan UU PPN. Selain itu, subjek pajaknya pun berbeda. PPh dikenakan atas penghasilan yang diterima karyawan tersebut. Sedang PPN dikenakan atas pembelian Barang Kena Pajak (BKP) yang dikonsumsi oleh karyawan tersebut.
Pengenaan pajak berganda tidak hanya dalam lingkup pajak pusat, tetapi juga lingkup pajak pusat dan pajak daerah. Intinya, selama pemajakan tersebut dikenakan dengan yurisdiksi yang berbeda dan dikenakan atas objek pajak yang berbeda, maka atas pengenaan pajaknya tidak dapat dikatakan terjadi pengenaan pajak berganda.
Pengertian ini yang lazim digunakan untuk menentukan adanya double taxation dalam sebuah transaksi atau penghasilan.
Semoga membantu...
4 comments:
tulisan yg sangat menarik..
tetapi kita tdk dapat menyangkal bahwa terkadang penghasilan dikenakan pajak secara berganda.
tidak percaya?
saya ambil contoh; pada perusahaan yg menghasilkan laba (fiskal) tentu akan dibebankan PPh sesuai dg tarif pasal 17 (25%),dan ketika perusahaan tersebut membayarkan deviden kepada pemegang saham tentunya menjadi objek PPh pasal 23 bagi pemegang saham.
dr contoh tersebut dapat dilihat dg gamblang bahwa terjadi double taxation atas laba perusahaan (PPh atas laba perusahaan dan PPh atas pembagian deviden yg notabennya berasal dr laba perusahaan juga.
jd secara ekonomis kebijakan pembebanan PPh seperti tsb tentu akan memberatkan bukan? lain hal, andaikata tujuan utamanya adalah mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak..
salam belasting..
@Johny : Perusahaan ini sebaiknya diperjelas dl, dlm perusahaan perseorangan seperti CV yg tdk terbagi atas saham, firma dan sejenisnya tdk ada pengenaan PPh Pasal 23 krn pembagian laba, gaji pemilik dll itu merupakan prive, (subjek penerima penghasilan yang sama, merp satu kesatuan dgn pemiliknya ), tdk dpt mjd biaya dan berpengaruh pada neraca. Jika yg dimaksudkan adalah perusahaan berbentuk PT maka juga tidak ada pengenaan pajak berganda karena berbeda subjek penghasilan, PT merp entitas yg berbeda dgn persh perseorangan. Cth: gaji pemilik yg merp pengurus persh dpt mjd biaya dlm LR, Psl 17 dikenakan atas pengh kena pajak subjek perusahaan (PT) sedangkan PPh Psl 23 dikenakan atas penghasilan pemegang saham. Memamg di Indonesia terkadang PT dimiliki oleh org" pribadi/ mirip dgn CV sehingga menimbulkan kesan tjd pengenaan pajak berganda...:)
@abdoe
yg saya maksud perusahaan itu adalah PT yang modalnya terbagi atas saham-saham. di dalam PT, pemilik perusahaan dengan perusahaan itu sendiri secara yurids/de jure memang merupakan entitas dan subjek yang berbeda..
tp jgn salah, klo dilihat secara de facto.. modal perusahaan juga berasal dari modal pemilik saham.
atas modal tersebut dikelola pihak manajemen dan menghasilkan laba perusahaan.
menurut sy sih, laba perusahaan ya milik pemegang saham jg...
jd secara ekonomis, pengenaan pajak atas laba perusahaan dan deviden yg dibagikan kepada pemegang saham itu termasuk double taxation..
tp klo scr yuridis, antara perusahaan dan pemegang saham digambarkan sbg entitas yg terpisaha,, makanya terlihat gk doubel taxation..tp toh itu hanya hitam di atas putih, scr ekonomis dan de facto terdapat double taxation..
Senang berdiskusi dgn anda...:) Mnrt sy sih sepertinya pemahaman yg hrs agak sdkit digeser mas, fakta bhw modal perusahaan jg dr pemegang saham itu tdk berarti tjd pemajakan berganda. Analogi sederhana bs qt ambil dr mekanisme PKPM di PPN, bagaimana sebuah BKP "terkesan" bbrp x kena pajak krn subjeknya yg berbeda. Adapun di PT, pemegang saham kan bs bdn n OP, coba bayangkan jika dividen tsb dikecualikan dr pengenaan PPh 23, tentu saja mlh tdk adil krn jelas" scr fakta mrk subjek yg berbeda n tlh m'peroleh penghasilan atas saham mrk, sedangkan penghsln mrk mgkn bukan cm dr saham itu saja.. Memang bentuk PT di Ind yg sebagian dimiliki oleh OP (pemegang saham sekaligus pengurus) tidak ekonomis krn adanya kesan pemajakan brganda tp perlu qt ingat jg bhwa pemegang saham di PT hnya b'tanggung jwb atas porsinya, berbeda dgn bntuk persh perseorangan yg scr jelas perlakuan scr hukum n perpajakannya berbeda....
Posting Komentar