Kamis, 18 Oktober 2012

APTF Day 1st

Hari pertama, 26 September 2012


Hari ini dibuka dengan registrasi peserta terutama local participants.. sebagian besar adalah akademisi dan instansi pemerintah yang hadir. Hari ini agendanya adalah working group dengan para peneliti. Working group sendiri dibagi menjadi 2 bagian yaitu Alcohol and Motor Vehicle Excise serta Tobacco Excise. Peserta dipersilahkan memilih working group yang diinginkan.

Tujuan working group ini adalah untuk memberikan gambaran kepada para peserta sedikit banyak tentang cukai. Antusiasme peserta bisa dilihat dari working group yang ternyata lewat dari jam yang telah dijadwalkan. 




Selengkapnya...

Selasa, 16 Oktober 2012

Asia Pasific Tax Forum

Tanggal 26-27 September 2012, Kementerian Keuangan mengadakan Asia Pasific Tax Forum yang diselenggarakan di Hotel Grand Royal Panghegar, Bandung. Acara ini bekerja sama dengan International Tax and Invesment Center/ ITIC (bagi yang mau tau lebih jauh tentang ITIC bisa buka www.iticnet.org ). Acara yang dibuka oleh Wakil Menteri Keuangan, Mahendra Siregar ini diadakan dua hari. Tetapi untuk acara inti sendiri hanya berlangsung satu hari yaitu tanggal 27 September 2012 itu. Hari sebelumnya, diselenggarakan working group yang dipandu oleh Peneliti dari BKF. 


Mau tau agenda APTF kemarin.. let's see 
Selengkapnya...

Jumat, 24 Agustus 2012

Kenapa butuh di-Registrasi Ulang?

Saat ini DJP sedang melakukan registrasi ulang PKP yang dilaksanakan dari Februari sampai dengan Agustus tahun ini. Tujuannya adalah untuk menertibkan administrasi, pengawasan, dan uji kepatuhan pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif PKP. Mengapa proses ini menjadi penting?

Sebagaimana kita tahu, Registrasi PKP menjadi salah satu layanan unggulan DJP. Hal ini membuat proses menjadi PKP menjadi “lebih mudah”. Hal ini berakibat pengukuhan PKP sendiri dilakukan tanpa seleksi yang cukup. Misalnya ketika badan usaha ingin mendaftarkan diri sebagai PKP, maka sebelum penerbitan ijinnya, fiskus perlu untuk melakukan visiting guna memastikan keberadaan PKP tersebut. Namun, hal tersebut akan memakan waktu yang lama, yang tidak sejalan dengan konsep pelayanan prima. Akan tetapi, PKP sendiri tidak dapat disamakan dengan mendapatkan NPWP. Adalah hal yang wajar apabila pendaftaran NPWP masuk ke dalam layanan unggulan. Jika ada seseorang dengan sukarela mau untuk menjadi wajib pajak, memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya, mengapa harus dipersulit. Lain halnya dengan PKP. Menjadi PKP tidak hanya terikat pada kewajiban untuk kewajiban penyampaian SPT PPN, tetapi juga hak untuk menerbitkan faktur pajak. Sebagaimana kita tahu bahwa faktur pajak fiktif menjadi salah satu celah kebocoran penerimaan negara dari sisi perpajakannya.

Contohnya, saat ini salah satu syarat untuk ikut dalam lelang proyek pemerintah adalah PKP. Maka sebelum mengikuti lelang tersebut, suatu badan usaha akan mendaftarkan diri untuk menjadi PKP. Setelah selesai proyek, status PKP masih melekat pada badan usaha itu. Oleh karenanya, dia berhak untuk menerbitkan faktur pajak yang nantinya akan digunakan dalam mekanisme PK-PM PPN. Faktur pajak bisa disamakan dengan uang. Dalam hal terjadi kelebihan pembayaran pajak, maka WP berhak untuk mengajukan restitusi. Secara yuridis, faktur pajak tersebut sah karena diterbitkan oleh PKP.

Jika setiap faktur pajak harus melalui otorisasi DJP, maka hal ini dapat memperkecil kemungkinan terjadinya faktur pajak fiktif. Akan tetapi, effort ini membutuhkan suatu sistem yang besar yang dapat menampung jutaan transaksi setiap detiknya. Maka langkah yang rasional untuk dilakukan adalah dengan memastikan apakah penerbitan faktur pajak tersebut telah sesuai dengan ketentuan.

Jika registrasi ulang tidak dibarengi dengan pembenahan sistem pengukuhan PKP, maka hal ini bisa dikatakan useless. Registrasi ulang dimaksudkan untuk meng-crosscheck PKP yang telah dikukuhkan selama ini. Tapi di sisi lain kita juga perlu selektif dalam mengukuhkan PKP sehingga PKP yang ada telah diyakini kebenarannya.
Selengkapnya...

Rabu, 11 April 2012

Kebijakan Pelemahan Mata Uang

Mungkin beberapa waktu yang lalu kita sempat mendengar beberapa negara melakukan kebijakan pelemahan mata uang. Kebijakan pelemahan mata uang adalah kebijakan moneter yang diambil dalam hal nilai mata uang dalam negeri terlalu tinggi. Contoh negara yang melakukan kebijakan ini adalah Jepang, China. Mengapa negara perlu untuk melemahkan mata uang?


Saya gambarkan secara sederhananya seperti berikut:
Saat ini nilai 1 US Dollar setara dengan Rp9.000. Rupiah dikatakan menguat apabila nilai 1 US Dollar turun misalnya menjadi Rp6.000. Kita harus berhati-hati terhadap keadaan demikian karena ekspor bisa sangat terpukul. Penguatan rupiah akan menyebabkan harga barang-barang Indonesia menjadi lebih mahal di luar negeri. Menurunnya kuantitas ekspor akan sangat terasa pada perekonomian apabila neraca pembayaran Indonesia selalu surplus sebelumnya. Pendapatan para pengekspor akan menurun. Dalam rangka menjaga kestabilan perekonomian secara nasional, bank sentral perlu melakukan upaya misalnya dengan mengintervensi mata uang. Tujuannya agar penguatan nilai mata uang tidak menimbulkan dampak yang besar. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar istilah currency war. Hal itu merupakan keadaan dimana bank sentral di beberapa negara melakukan intervensi terhadap mata uangnya.

Lantas bagaimana cara untuk mengintervensi mata uang jika keadaan nilai mata uang mengalami penguatan yang signifikan? Salah satu caranya adalah melalui quantitative easing. Apa itu quantitative easing?

Quantitative easing yang selanjutnya kita sebut QE adalah langkah bank sentral membanjiri pasar dengan mata uang dengan meningkatkan money supply. Bank sentral melakukannya misalnya dengan menciptakan pinjaman baru untuk pembelian aset dari pemerintah. Hasil penjualan aset ini digunakan untuk membeli barang atau jasa dan untuk membeli aset yang lebih banyak lagi.

Langkah untuk menambah money supply ini tidak harus dengan menerbitkan fisik uang lagi namun bisa juga dengan mengubah angka di neraca bank sentral tersebut. Angka yang ditambahkan tadi digunakan untuk membeli aset misalnya SUN. Angka ini akan masuk dalam perekonomian negeri pada akhirnya. Pada kenyataannya bank sentral tidak perlu repot untuk mencetak uang. Sistem transaksi elektronik akan semakin memudahkan langkah bank sentral ini.

Apa tujuan dari QE?

Dengan penambahan jumlah uang yang beredar, maka akan merangsang perekonomian dari segi pembelanjaan. Akan tetapi, pencetakan uang lebih banyak lagi ini harus benar-benar dipikirkan secara matang. Zimbabwe telah memberikan contoh dimana pencetakan uang secara berlebihan justru menjadi bencana.

Apakah kebijakan pelemahan mata uang ini tidak menimbulkan reaksi bagi negara pengimpor? Tentu saja kebijakan ini menimbulkan reaksi. Misalnya pada kasus ekspor China yang diembargo oleh AS. Akan tetapi, karena pada tahun-tahun sebelumnya produk China sudah lebih dulu menguasai pasar di AS, maka kebijakan embargo ini jika terlalu lama diterapkan justru akan merugikan AS sendiri.

Kebijakan pelemahan mata uang ini tidak dapat dikatakan berhasil. Jepang yang dikatakan sukses melakukan kebijakan ini pun belum menyepakati keberhasilannya. PDB Jepang memang terbukti tidak merosot. Akan tetapi pertumbuhan PDBnya kecil dan tidak konsisten setelah programitu berakhir. Kebijakan moneter ini tidak bisa hanya dilakukan sendirian. Perlu juga mendapat dukungan dari kebijakan moneter non konvesional dan kebijakan fiskal yang agresif juga. Selengkapnya...

Senin, 02 April 2012

Double Taxation?


Saat ini terkait dengan masalah perpajakan, orang dengan mudahnya mengatakan terjadi double taxation atas subjek pajak tertentu. Sekarang, mari kita telusuri pengertian double taxation dalam pengenaan pajak dalam negeri.


Konsep ekonomi

Pengertian pajak berganda atau yang dikenal dengan istilah double taxation adalah pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali. Dalam konsep ekonomi, yang disebut dengan double taxation adalah pengenaan pajak lebih dari satu kali atas penghasilan ekonomi yang sama. Misalnya seorang karyawan swasta menerima penghasilan berupa gaji. Atas pemberian gaji tersebut, perusahaan melakukan pemotongan PPh Pasal 21. Gaji tersebut akan digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Pada saat gaji tersebut dibelanjakan, akan dikenakan PPN atas barang yang dibeli. Dari contoh tersebut dapat terlihat bahwa atas penghasilan yang berupa gaji, akan dikenakan dua kali pemajakan.
Jika dijabarkan dalam rumus ekonomi akan menghasilkan rumus sebagai berikut:
Yd (penghasilan) = C (Konsumsi) + S (Tabungan)
Yd = Y (gaji) – T (pajak) --> pajak penghasilan yang dipungut perusahaan
C (konsumsi) juga mengandung unsur pajak karena terdapat unsur PPN dalam beberapa barang yang dikonsumsi.

Pengenaan pajak seperti ini hampir berlaku di semua negara, termasuk Indonesia. Selain gaji, keuntungan perusahaan, tanah dan bangunan, dikenakan pajak lebih dari satu kali. Akan tetapi, pengertian secara ekonomi ini tidak dapat dijadikan landasan pengenaan pajak berganda oleh negara.

Konsep yuridis

Dalam pengertian konsep yuridis, pengenaan pajak berganda adalah pengenaan pajak lebih dari satu kali oleh yurisdiksi yang sama atas penghasilan yang secara yuridis sama jenisnya. Menurut konsep yuridis, pengenaan pajak atas gaji sebagaimana dicontohkan di atas bukan merupakan pengenaan pajak berganda. Hal ini dikarenakan, pajak yang dikenakan atas penghasilan tersebut didasarkan pada yurisdiksi yang berbeda. Pajak penghasilan atas gaji dikenakan berdasarkan UU PPh. Sedangkan pajak yang dikenakan saat mengonsumsi barang tertentu dikenakan berdasarkan UU PPN. Selain itu, subjek pajaknya pun berbeda. PPh dikenakan atas penghasilan yang diterima karyawan tersebut. Sedang PPN dikenakan atas pembelian Barang Kena Pajak (BKP) yang dikonsumsi oleh karyawan tersebut.

Pengenaan pajak berganda tidak hanya dalam lingkup pajak pusat, tetapi juga lingkup pajak pusat dan pajak daerah. Intinya, selama pemajakan tersebut dikenakan dengan yurisdiksi yang berbeda dan dikenakan atas objek pajak yang berbeda, maka atas pengenaan pajaknya tidak dapat dikatakan terjadi pengenaan pajak berganda.

Pengertian ini yang lazim digunakan untuk menentukan adanya double taxation dalam sebuah transaksi atau penghasilan.

Semoga membantu... Selengkapnya...

Rabu, 21 Maret 2012

Hamil Tua untuk Lahirnya Putra Petir




VIVAnews (19/03/2012)--Dukungan untuk lahirnya Putra Petir terus mengalir. Sampai-sampai saya tidak mampu membalas satu per satu email yang masuk. Tanggapan tidak hanya datang dari seluruh Indonesia, tapi juga dari mancanegara. Putra-putra petir yang sekarang bekerja di luar negeri terlihat lebih antusias. Seorang doktor kita yang sejak S-1 sudah belajar di Jepang menulis bahwa kelahiran Putra Petir sebagai sebuah keharusan. Email juga datang dari ahli-ahli ITS Surabaya, ITB Bandung, UGM Jogjakarta, USU Medan, dan banyak lagi.

Dari luar kampus mengirimkan email yang juga sangat konkret. Seorang ahli yang sekarang menekuni microturbine (turbin dan generatornya berada dalam satu kemasan kompak yang sistemnya sudah bisa menyerap panas mesin itu sendiri menjadi energi listrik tambahan) langsung melangkah. Dia akan membeli mobil Kijang untuk diganti mesinnya dengan mesin mobil listrik. Dalam dua bulan sudah akan jadi mobil listrik yang bisa saya pakai ke kantor sehari-hari.

Saya sampaikan padanya, jangan menggunakan merek mobil yang sudah ada. Kita belum minta izin kepada pemilik merek itu. Belum tentu kita boleh menggunakannya. Kalau sampai kita digugat energi kita habis untuk itu. Kita akan kelelahan. Kita akan susah. Kelahiran Putra Petir bisa gagal.

Lebih baik kita ciptakan sendiri body mobil listrik nasional ini. Mungkin memerlukan waktu beberapa bulan, tapi lebih nasional. Atau kita minta izin saja ke Mendikbud Bapak Muhammad Nuh untuk bisa menggunakan body mobil Esemka. Desain mobil Esemka yang terbaru, yang sudah disempurnakan di sana-sini (seperti yang saya lihat di pameran mobil Esemka di Universitas Muhammadiyah Solo bulan lalu) sudah sangat keren.

Atau kita pakai body mobil nasional Timor yang sudah tidak diproduksi lagi itu. Mobnas Timor cukup bagus dan enak dikendarai. Masyarakat juga sudah bisa menerima Timor. Masih ada ribuan Timor saat ini berlalu-lalang di jalan-jalan. Penampilannya yang baik bisa kita manfaatkan sebesar-besarnya. Hanya saja saya masih belum tahu bagaimana prosedur perizinannya saat ini. Apakah masih harus minta izin ke Mas Tommy Soeharto atau cukup ke pemerintah, mengingat mobil Timor pernah disita BPPN pasca krisis berat 1998 lalu.

Intinya, untuk melawan kenaikan harga BBM yang pernah terjadi, sedang terjadi, dan akan terus terjadi itu, tidak ada jalan terbaik kecuali kita musuhi BBM itu sendiri. Kita jadikan BBM musuh kita bersama. Kita demo BBM-nya ramai-ramai, bukan kita demo kenaikannya. Kalau setiap kenaikan BBM kita demo, kita hanya akan terampil dalam berdemo. Tapi kalau BBM-nya sendiri yang kita musuhi, kita akan lebih kreatif mencari jalan keluar untuk bangsa ini ke depan.

Jalan terbaik adalah jangan lagi kita gunakan BBM. Kalau kita sudah tidak menggunakan BBM apa peduli kita dengan barang yang juga menjadi penyebab rusaknya lingkungan itu. Kelak, kita bersikap begini: biarkan dia naik terus menggantung sampai setinggi Monas! Kalau kita tidak lagi menggunakannya, mau apa dia!

Tanpa ada gerakan nyata melawan BBM, seumur hidup kita akan ngeri seperti sekarang ini. Seumur hidup kita harus siap-siap melakukan demo. Seumur hidup kita tidak berubah!

Kalau kita sudah tahu bahwa seumur hidup kita akan terjerat BBM seperti itu mengapa kita tidak mencari jalan lain? Mengapa kita menyerah begitu saja pada keadaan? “Mengapa? Mengapa?,” kata Koes Ploes. Anggaplah kita tidak takut kepada Koes Ploes. Tidakkah kita harus takut kepada yang menciptakan alam semesta ini? Berapa kali Allah mengatakan “Afalaa ta’qiluuun?”.

Kita pernah menjawab pertanyaan “mengapa?” itu beberapa tahun lalu. Saat program konversi minyak tanah ke elpiji dilakukan dengan sungguh-sungguh. Bukan main sulit dan beratnya meyakinkan masyarakat untuk pindah dari minyak tanah ke elpiji. Bukan main bisingnya demo dan penentangan terhadap konversi saat itu. Bukan main kecaman yang dilontarkan, sampai-sampai program itu dianggap menyengsarakan rakyat kecil.

Meski awalnya ditentang begitu hebat, didemo begitu seru dan dimaki-maki setengah mati, toh akhirnya “Purwodadi kuthane, sing dadi nyatane!”. Kenyataannya berhasil! Sekian tahun kemudian diakui konversi minyak tanah ke elpiji tersebut sebagai success story yang besar!

Hamil tua

Kalau saja tidak ada konversi itu, alangkah beratnya saat ini! Harga minyak tanah pun akan ikut naik. Yang terkena tidak lagi para pemilik mobil dan motor, juga ibu-ibu di dapur! Sekarang, naikkanlah harga minyak tanah! Ibu-ibu tidak peduli! Maka untuk mengenang kesuksesan konversi itu harusnya kini kita teriakkan: Hidup Putra-Petir! Eh, salah: Hidup SBY-JK!

Yang diperlukan adalah tekad besar untuk mengatasi persoalan besar. Dengan membanjirnya dukungan pada program mobil-motor nasional listrik BUMN, rasanya tekad itu sudah sangat besar. Situasinya sudah seperti seorang ibu yang hamil tua. Harus segera dilahirkan! Kalau tidak, akibatnya... tanya sendiri kepada ibu-ibu yang sekarang lagi hamil tua. Atau kepada ibu-ibu yang pernah hamil tua! Jangan tanyakan kepada bapak-bapak yang seperti hamil tua! Terutama hamilnya karena sudah kekenyangan menikmati bisnis BBM atau bisnis kendaraan BBM!

Tantangan terbesar mewujudkan mobil-motor listrik nasional adalah itu! Sudah terlalu besar bisnis mobil motor dengan bahan bakar BBM. Sudah terlalu besar keuntungan yang dinikmati dari bisnis kendaraan dengan bahan bakar BBM. Tidak gampang kita melawannya. Memang kita semua tentu termasuk yang harus tersindir sabda Tuhan ”Apakah kalian tidak menggunakan akal?,” itu. Tapi memang tidak mudah keluar dari kungkungan mengguritanya bisnis yang ada.

Kalau soal teknologi jelas tidak masalah. Harga baterai litium memang masih mahal. Tapi itu karena produksinya belum masal. Kalau semua beralih ke mobil/motor listrik, harga baterai itu akan turun drastis. Itu saja. Jelas ini bukan soal teknologi. Ini soal penguasaan pasar. Kalau soal teknologi, salah satunya bertanyalah kepada LIPI. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia!

Ternyata LIPI sebenarnya sudah lebih 10 tahun terakhir ini merintis penciptaan mobil dan motor listrik yang kita maksud. Prototype-nya pun sudah jadi. Di luar LIPI masih banyak yang siap melakukannya!

Seperti juga pernyataan pencipta microturbine tadi, LIPI pun mengatakan sangat siap. Kalau saya menghendaki segera naik mobil listrik yang mesinnya ciptaan LIPI, dalam hitungan dua-tiga bulan sudah bisa diwujudkan. Tinggal body-nya menggunakan mobil apa. LIPI tidak akan menciptakan body mobil. Bukan karena sulit, tapi karena sudah banyak yang mampu menciptakannya.

Kita memiliki banyak industri karoseri yang handal. Sudah pula ekspor besar-besaran. Seperti di Malang, Magelang, Surabaya, dan Bekasi. Soal karoseri kita harus bangga dengan kemampuan dan ketrampilan bangsa sendiri.

Tinggal mesin ciptaan LIPI itu kita bandingkan dengan mesin-mesin ciptaan para ahli dari universitas dan ahli dari kalangan praktisi. Bisa saja kita pilih salah satu, atau kita bicarakan bagaimana baiknya.

Vampir BBM

Saya sendiri sudah menaruh perhatian pada kendaraan listrik ini sejak menjadi direktur utama PLN. Salah satu yang membuat saya berat meninggalkan PLN adalah belum terwujudnya kendaraan listrik ini. Dalam road map yang sudah saya sampaikan kepada direksi PLN saat itu (juga saya beberkan dalam rapat kerja nasional PLN di Karawaci tahun 2010), pada akhirnya PLN harus memproduksi kendaraan listrik di akhir 2013. Yakni setelah byar-pet teratasi, setelah wabah kerusakan travo beres, setelah wabah gangguan jaringan tuntas, dan setelah perang intern lawan BBM selesai.

Waktu itu perang intern melawan BBM di PLN harus dimenangkan akhir tahun 2012. Tahun depan, rencana saya waktu itu, penggunaan BBM di PLN yang semula 9 juta kiloliter harus tinggal maksimum 2,5 juta kiloliter! Untuk itu saya membuat program “pembunuhan berencana”. Yakni mematikan pembangkit-pembangkit besar yang haus BBM seperti di Tambak Lorok (Semarang), Gresik (Jatim), Muara Karang (Jakarta), dan akhirnya Muara Tawar (Bekasi) plus Belawan (Medan).

Semua yang saya sebut itu adalah vampir-vampir BBM. Vampir-vampir itulah yang membuat PLN memboroskan uang negara puluhan triliun rupiah.

Untuk mendorong agar “pembunuhan berencana” terhadap pembangkit besar yang rakus BBM itu bisa cepat dilakukan, saya sampai menawarkan hadiah khusus. Tim PLN yang bekerja di lapangan yang bisa menyelesaikan dengan cepat pembangunan transmisi 150 kv dari Lontar ke Tangerang, akan saya beri hadiah mobil dari saya pribadi. Kalau transmisi ini berhasil dibangun, listrik untuk kawasan Jakarta utara sampai Priok tidak perlu lagi dari PLTG raksasa Muara Karang. Listriknya bisa datang dari sumber yang sangat murah di Lontar yang dialirkan dengan transmisi baru tersebut.

Akhirnya tim itu benar-benar berhasil menyelesaikan proyek sulit tersebut. Memang terlambat satu bulan dari rencana, tapi hadiah tetap saya berikan. Mobil Avanza sudah dibeli. Sayang, masih belum mobil Putra Petir!

Penyerahannya akan dilakukan bersamaan dengan dihapusnya BBM dari PLTG Muara Karang. Berkat penghapusan BBM di Muara Karang itu negara akan lebih hemat setidaknya Rp 2 triliun/tahun.

PLTG boros BBM lain seperti Gresik sudah tahun lalu tidak menggunakan BBM lagi. Demikian juga PLTGU Tambak Lorok Semarang. Sudah tidak minum BBM lagi. Dari tiga lokasi itu saja setidaknya 3 juta kiloliter BBM sudah bisa dihemat.

Tinggal tiga PLTG lagi yang masih “bandel”: Muara Tawar, Belawan, dan Bali. Masih perlu dua tahun lagi untuk menghapus BBM dari tiga lokasi itu. Untuk menghapus BBM di Belawan, masih menunggu selesainya revitalisasi LNG Arun. Dari Lhokseumawe ini akan dipasang pipa gas ke Belawan. Agar penggunaan BBM di Belawan digantikan dengan gas.

Untuk menghapus BBM di Muara Tawar masih menunggu selesainya proyek terminal apung LNG di Lampung. Terminal apung ini dibangun di Lampung sekalian untuk memenuhi kebutugan gas industri-industri besar di Cilegon. Kebetulan dari Cilegon sudah ada pipa gas yang nyambung sampai Muara Tawar!

Sedang untuk memerangi BBM di Bali, masih menunggu selesainya pembangunan transmisi 500 kv dari Jawa ke Bali. Ini transmisi yang towernya akan menjadi yang paling tinggi di dunia: 376 meter. Agar bisa menyeberangkan listrik melampaui selat Bali.

Tenaga matahari

Memerangi BBM tidak cukup hanya dilakukan untuk pembangkit-pembangkit listrik besar itu. Kita memiliki ribuan pulau kecil yang listriknya dibangkitkan dengan mesin diesel yang bahan bakarnya BBM juga. Ini juga harus dilawan. Tidak ada senjata lebih tepat kecuali tenaga surya. Karena itu industri tenaga matahari juga harus dibangun!

Minggu lalu saya sudah memutuskan agar BUMN membangun industri PV. Saat ini sudah ada delapan pengusaha bergerak di industri listrik tenaga matahari. Namun sifatnya baru merakit. Bahan-bahan solar cell-nya masih harus diimpor. Inilah yang akan diatasi oleh BUMN. PT Lembaga Elektronika Nasional (PT LEN Industri), perusahaan BUMN yang di Bandung itu, saya tugaskan mendirikan industri tenaga matahari dalam pengertian yang sesungguhnya. SDM-nya sudah mampu. Ahli-ahlinya sudah banyak. Kesungguhan dan keteguhan hati yang diperlukan.

Agar industri tenaga matahari itu nanti lebih hemat modal, tidak perlu membeli tanah dan membangun pabrik. Saya minta manfaatkanlah pabrik Industri Sandang di Karawang yang sudah lama tutup itu. Lokasinya sangat luas. Untuk 10 ha industri tenaga matahari ini hanya memerlukan sepertiga lokasi pabrik tekstil yang sudah lama mati itu.

Kita sungguh malu kalau sampai Indonesia tidak memiliki industri tenaga matahari. Negara kita sangat luas. Berada di garis katulistiwa. Mataharinya begitu jreng. Pasar kita sangat besar. Tidak masuk akal kalau kita harus impor suku cadang tenaga matahari dari Malaysia. Atau dari negara bersalju yang tidak punya cukup matahari! “Mengapa? Mengapa?,” tanya Koes Ploes.

Mau tidak mau BBM ini memang harus dilawan dari dua arah: dari gas dan dari listrik. Kendaraan umum yang besar-besar, silakan beralih ke gas. Kereta api harus beralih ke listrik, sebagaimana KRL. Kendaraan pribadi harus beralih ke listrik. Bukan hanya akan hemat BBM juga akan sangat baik untuk lingkungan hidup. Kendaraan listrik tidak menimbulkan emisi sama sekali!

Jadi, ide mobil motor listrik ini tidak muncul tiba-tiba. Hanya saja kenaikan harga BBM yang menghebohkan itu harus dimanfaatkan sebagai momentum untuk melawan belenggu hantu BBM. Dua tahun lalu saya sudah mencoba sepeda motor listrik di Bandung. Ciptaan anak bangsa sendiri. Saya keliling kota Cimahi dengan motor listrik. Setelah itu saya membeli motor listrik sekaligus dua buah. Setiap hari motor itu digunakan oleh sopir yang ada di rumah saya di Surabaya. Saya minta segala macam kekurangannya dicatat. Setiap kali ke Surabaya saya diskusi dengan pak sopir mengenai kelebihan dan kekurangan motor listrik itu. Catatan itulah yang terus saya diskusikan dengan para pegiat motor listrik.

Dulu, ketika masih bisa sering ke Tiongkok, saya juga mengunjungi pabrik mobil dan motor listrik. Tentu juga sering mencobanya. Saya tidak ragu lagi bahwa mobil-motor listrik harus segera di lahirkan di Indonesia. Putra Petir tidak boleh terlalu lama berada dalam kandungan.

Situasinya sudah hamil tua. Harus segera dilahirkan!


Dahlan Iskan, Menteri Negara BUMN


-setuju pak Menteri- Selengkapnya...

Belajar Bijak dengan Pajak

"Ada dua hal yang gak bisa dihindari dalam kehidupan, kematian dan pajak"



Akhir-akhir ini media kerap dipenuhi oleh kasus indikasi korupsi pegawai pajak. Banyak penolakan terhadap pajak terjadi di masyarakat. Ya iyalah pada dasarnya gak ada manusia yang rela dan ikhlas bayar pajak. Tapi kaya kata Adam Smith, ada dua hal di dunia ini yang gak bisa dihindari, kematian dan pajak. Jadi, mau gak mau, suka gak suka, kita mesti bayar pajak. Terus kalo keadaannya kayak sekarang,ngapain sih kita kudu bayar pajak? Nanti uangnya dikorupsi juga.. Kalo udah stag di alasan ini, kita kudu inget hal yang paling dasar kenapa kita kudu bayar pajak. Ayo belajar lagi tentang fungsi pajak (ini pelajaran dasar pertama di banyak buku tentang Pengantar Hukum Pajak).

Pertama, pajak itu punya fungsi budgetair. Artinya pajak itu jadi sumber penerimaan negara. Yuk sedikit peduli sama APBN kita. Ternyata 80% APBN itu dibiayai oleh pajak lo. Terus sisanya siapa yang biayai? Utang? Hm.. utang? Ya itu salah satunya. Lainnya itu ada dari hasil pengolahan bumi, air, dan kekayaan alam lain, keuntungan perusahaan negara, denda dan penyitaan dari pelanggaran hukum, PNBP, pencetakan uang, hibah, atau hadiah. Utang itu Cuma salah satu dari mereka. Dulu, sumber penerimaan terbesar kita itu migas. Tapi kita tau sendiri kalo migas itu terbatas jumlahnya. Akhirnya sumber penerimaan bergeser ke pajak. Hal ini gak Cuma terjadi di Indonesia kok, negara-negara maju lainnya juga menggantungkan penerimaan dari pajak. Kalo kita gak mau bayar pajak, trus APBN kita ditutup pake apa donk? Masa mau utang lagi..

Fungsi yang kedua itu regulerend. Pajak itu ada buat ngatur hal-hal di masyarakat juga. Misalnya buat melindungi produk dalam negeri, ada bea masuk yang tinggi biar produsen dalam negeri gak kolaps. Pajak atas barang mewah kayak yacht, mobil pribadi dengan kriteria tertentu, rumah sangat mewah, pesawat pribadi, dikenakan pajak tambahan. Pasti pada tanya kenapa harus ada tambahan pajaknya..itu kan hak pribadi mo beli apa. Nah gaya hidup sangat mewah itu gak bagus juga buat perekonomian lo. Budaya konsumerisme malah bisa bikin inflasi tinggi, ketergantungan berlebihan terhadap produk tertentu, kesenjangan sosial yang terlalu mencolok, dan sebagainya. Makanya ada tuh pajak tambahannya.

Fungsi selanjutnya adalah stabilisasi. Misalnya uang yang beredar di masyarakat itu terlalu banyak, maka pemerintah harus menyerap uang itu. Soalnya nanti malah inflasi yang tinggi kayak di Zimbabwe itu. Salah satu instrumen buat narik itu ya pajak (salah satu lo ya, soalnya masih ada instrumen lainnya). Dengan pengenaan pajak, diharapkan harga-harga bisa lebih stabil.

Yang terakhir itu fungsi redistribusi. Fungsi ini tercermin di definisi pajak. Pajak yang disetor ke negara (lewat bank ato kantor pos lo ya bukan kantor pelayanan pajak) nantinya akan digunakan buat kepentingan umum. Misalnya bangun jalan, bangun rumah sakit, bangun sekolah, biaya keamanan, dan buanyak lagi fungsinya. Nah kalo gak ada pajak, terus siapa donk yang mau menyediakan semua itu?
Tujuan pemungutan pajak itu baik, kalo ada kasus-kasus gitu bukan diselesaikan dengan tidak membayar pajak. Alasannya karena takut uangnya dikorupsi. Padahal kita sendiri kadang justru menyediakan sarana untuk korupsi. Kalo gitu langkahnya adalah dengan mengawasi penggunaan pajak. Bukan gak bayar pajak..
Setor Pajaknya, Awasi Penggunaannya  Selengkapnya...

Belajar dari kesalahan AS


Pakar ekonomi dari Universitas Chicago Amerika Serikat Profesor Randall Kroszner dalam ceramah bertema "Crisis Response in America and Europe: Implication for Indonesia and Global Economy" di gedung Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Jakarta mengatakan, jika Indonesia ingin terhindar dari krisis, kekuasaan lembaga keuangan seperti bank dan penjamin kredit serta asuransi harus dibatasi. (Media Indonesia, 21 Maret 2012)

Yap, secara pribadi saya setuju dengan pernyataan beliau. Kita harus juga belajar dari AS atas krisis yang melanda beberapa waktu kemarin. Masih ingat kan gimana Lehman Brothers dan American Group terlalu mudah kasih jaminan, pas ada gagal bayar baru pada kelabakan. Saat ini pola pemberian kredit di Indonesia hampir kaya AS sebelum terjadinya krisis, jadi kita harus berhati-hati juga. (terlepas dari Kroszner adalah seorang Republikan)

Menurut Gubernur BI, untuk pertumbuhan kredit yang sifatnya konsumtif diharapkan dapat lebih lambat. Pertimbangan lain adalah agar pemberian kredit tidak dilakukan tanpa down payment yang jelas. Membaca salah satu artikel di Kompas terkait dengan niat BI untuk mengurangi pertumbuhan kredit konsumtif berupa DP kredit kendaraan bermotor (setuju banget dengan langkah ini) dan pengaturan besaran LTV (loan to value) untuk kredit kepemilikan rumah. Rasio LTV KPR adalah maksimal 70% dari sebelumnya 80%. Sendangkan DP motor minimal 25% dan mobil minimal 30%. Sedangkan untuk keperluan produktif, kebijakannya dibedakan lagi, dengan DP minimal 20%. Bapepam LK juga menyepakati aturan yang sama untuk lembaga pembiayaan walau besarnya agak beda. (lebih jelasnya baca Surat Edaran Bank Indonesia No 14/10/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor sendiri ya)

Pertumbuhan kredit yang dikucurkan perbankan untuk KPR cukup tinggi lho. Dalam dua tahun terakhir KPR tumbuh 29% dari Rp136,5 triliun (Desember 2010) menjadi Rp176,5 triliun (Desember 2011). Dari jumlah itu, flat dan apartemen tumbuh mencapai 47%. Padahal pertumbuhan kredit keseluruhan hanya sebesar 24-25%. Kita harus berhati-hati juga pada akhirnya jika melihat angka sebesar ini.

Kebijakan pembatasan rasio LTV dan DP ini banyak ditentang karena dianggap akan semakin memberatkan dan memperkecil kesempatan masyarakat memiliki rumah. Dari sisi pengembang juga mengeluhkan kebijakan ini karena di satu sisi akan memberikan keamanan untuk pengembang karena DP yang besar, tapi pada akhirnya akan merugikan karena pembeli akan berkurang.

Sebenarnya kebutuhan perumahan sangat tinggi (ya iyalah seiring dengan jumlah penduduk juga), tapi kita juga harus melihat kemampuan masyarakat terutama menengah ke bawah yang belum begitu baik. Hal yang ditakutkan adalah terjadinya gagal bayar seperti yang dialami oleh AS. Pasar properti memang mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Pertumbuhan cepat ini sampai pada titik tertentu akan membawa dampak baik, tapi kita juga harus waspada terhadap dampak buruknya. Oleh karena itu memang dibutuhkan kebijakan untuk mengantisipasi hal tersebut.

Selain KPR, kebijakan BI juga meliputi kebijakan kendaraan bermotor. Kebutuhan kendaraan bermotor merupakan kebutuhan yang juga tak bisa dihindarkan seiring dengan peningkatan mobilitas penduduk. Dengan adanya batasan ini, diharapkan dapat memperkecil risiko gagal bayar. Selengkapnya...

Penghematan BBM dan semua tentangnya....

Isu kenaikan BBM mengandung banyak kontroversi di masyarakat. BBM yang dianggap memiliki efek domino yang besar, akan mempengaruhi banyak sektor terkait dengan isu kenaikannya. Di tengah fluktuasi harga minyak dunia, kenaikan BBM merupakan sesuatu yang sulit dihindari. Di samping itu, masyarakat juga tidak buta, bisa kita lihat di area SPBU, masih banyak mobil pribadi mengonsumsi BBM bersubsidi. Hal ini menunjukkan bahwa subsidi BBM justru tidak tepat sasaran. Sekitar 70% pengguna BBM bersubsidi justru mobil pribadi.

Subsidi BBM diberikan terhadap selisih dari harga BBM di pasaran dengan harga keekonomian. Misalnya harga keekonomian BBM saat ini RP8.125,00 (termasuk alfa yang ditetapkan) dan harga BBM dipatok Rp4.500,00, maka atas selisih sebesar Rp3.625,00 ditanggung pemerintah berupa subsidi. Subsidi BBM saat ini merupakan pos subsidi yang besar dalam APBN. Bagaimana tidak, dengan beban subsidi per liter yang cukup besar itu akan mengurangi kesempatan pemerintah untuk mengalokasikan dana APBN kepada sektor lain. Belum lagi sektor pendidikan yang dipatok 20% dari APBN akan lebih mempersempit fiscal space pemerintah.

Kenaikan BBM ini pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2005 dan 2008, pemerintah pernah menaikkan BBM. Kenaikan BBM yang cukup signifikan menghasilkan penghematan yang cukup besar juga. Subsidi BBM yang dihemat itu sebagian dialirkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk dana segar berupa BLT. Hal yang sama akan dilakukan pemerintah baru-baru ini. Apakah skema ini tetap pantas digunakan?

Menurut Anggito Abimanyu, kenaikan BBM sebesar Rp1.500 per liter agak di luar kewajaran. Angka itu akan menghasilkan penghematan sebesar Rp40 triliun. Namun angka itu melampaui kenaikan pendapatan per kapita rata-rata. Mengapa? Karena kenaikan BBM sebesar 33% melampaui kenaikan pendapatan per kapita rata-rata yang hanya sebesa 25%. Angka yang wajar adalah Rp1.000 per liter. Kenaikan ini hanya sebesar 22% dan masih di bawah kenaikan rata-rata pendapatan per kapita.

Hal kedua yang harus dipikirkan adalah skema BLSM yang sekarang marak di bahas. Kenaikan BBM tahun ini tidak seperti tahun 2005 maupun 2008. Dengan perkiraan inflasi 6-7%, maka kenaikan BBM ini sebesar 33%. Sedangkan kenaikan tahun 2005 mampu menarik kenaikan inflasi hingga 17,8%, sedangkan tahun 2008 menarik sebesar 11,03%. Tahun 2005 dan 2008 pemerintah mengucurkan skema BLT sebagai penyeimbang kenaikan BBM. Namun, pada kenyataannya skema itu justru banyak menimbulkan masalah. Masalah yang ditimbulkan antara lain, penggunaan BLT untuk hal-hal yang bersifat konsumerisme, penyerahan yang tidak tepat sasaran, dampak psikologis yang diderita oleh pemerintah daerah setempat, dan masih banyak lagi. Tahun ini, pemerintah berencana mengeluarkan BLSM sebesar Rp150 ribu perbulan selama 8 bulan. Angka ini dikatakan cukup besar mengingat kenaikan BBM tahun tidak sebesar tahun 2005 dan 2008. Masih banyak pilihan subsidi di luar skema BLSM dalam meredam dampak kenaikan BBM. Misalnya pengalihan pada subsidi pupuk yang sudah dikenal memiliki efek domino yang besar. Atau bisa juga dengan mengalihkan untuk memperbaiki sarana transportasi.

Selain penghematan subsidi BBM, perlu juga dipikirkan untuk konversi energi. Masih terekam dalam ingatan kita program konversi minyak tanah (kerosin) menjadi LPG. Hal itu sangat penting karena subsidi kerosin merupakan subsidi terbanyak dari proporsi subsidi BBM kita. Dan disadari atau tidak, program ini cukup berhasil. Pemerintah menyalurkan bantuan berupa kompor dan tabung gas pertama yang notabene merupakan barang modal sehingga bisa digunakan langsung oleh masyarakat. Dalam penghematan BBM kali ini, perlu juga dipikirkan langkah untuk melakukan penghematan jangka panjang. Misalnya dengan konversi ke BBG untuk kendaraan tertentu ataupun pengalihan dana subsidi untuk memperbaiki sarana transportasi umum. Kelayakan transportasi umum merupakan salah satu pertimbangan penggunaan kendaraan pribadi di jalan raya.

Selain itu, program pemerintah lainnya juga harus saling mendukung. Dalam rangka penghematan BBM ini justru kemudahan pengucuran kredit diperluas, terutama kredit mobil. Realitanya, banyak orang berusaha untuk memiliki mobil namun tidak memperhatikan dampak jangka panjangnya. Misalnya mobil Avanza masih minum premium. Pembatasan kendaraan ini juga perlu untuk dipikirkan dalam rangka mengurangi konsumsi BBM kita.

Mendekati masa kenaikan BBM, secara tidak langsung akan menambah jumlah konsumsi BBM. Hal ini merupakan kecenderungan masyarakat kita. Pemerintah harus dapat mengantisipasi kenaikan konsumsi BBM ini. Banyaknya kasus penimbunan BBM, antrian panjang di SPBU, merupakan fenomena yang wajar mendekati kenaikan BBM. Suply BBM harus dilebihkan menjelang dan pasca kenaikan BBM ini. Jika ada yang melakukan penimbunan, efek terhadap pasar tidak akan lama dan tidak besar. Pengamanan terhadap penjualan di SPBU harus sudah dilakukan sebelum rencana kenaikan ini.

Kita harus senantiasa ingat bahwa BBM merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu, harus selalu mencari cara untuk mengurangi ketergantungan kita pada penggunaan BBM ini. Energi alternatif, konversi energi, dan langkah lainnya senantiasa dilakukan dalam rangka pengurangan ketergantungan kita pada BBM. Bahkan di beberapa negara mengenakan pajak tambahan atas penggunaan BBM. Jadi wajar kok kalau pemerintah melakukan penghematan BBM. Selengkapnya...

Rabu, 14 Maret 2012

Pajak Lingkungan

Well, may be i am a little late..tapi diantara sekian banyak polemik mengenai citra institusi perpajakan di Indonesia, saya tertarik dengan pembahasan mengenai pajak lingkungan. Apa yang dimaksud pajak lingkungan? Apakah ia merupakan bentuk pajak yang baru? Mungkinkah ia diterapkan di saat masyarakat sedang gencar2nya melakukan resistensi terhadap pajak?




Usulan mengenai pajak lingkungan sebenarnya telah lama disuarakan. Entah karena gemanya yang kurang keras, atau bagaimana, tetapi usulan ini cenderung dimentahkan. Pajak lingkungan adalah pengenaan pajak terhadap sektor tertentu yang berpotensi merusak lingkungan sebagai konsekuensi dari kegiatan usaha mereka yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Pajak lingkungan sendiri bisa berupa bentuk pajak yang baru, yang bisa masuk sebagai pajak pusat maupun pajak daerah, akan tetapi bisa juga merupakan pengembangan dari jenis-jenis pajak yang sudah ada. Misalnya bagi industri yang merusak alam, maka dikenai disinsetif pajak dengan penerapan tarif PPh lebih tinggi.

Pelaku usaha dengan sigap menolak usulan ini dengan alasan pengenaan pajak lingkungan akan menambah beban pajak mereka dan menimbulkan pajak berganda. Menambah beban pajak mereka memang benar. Akan tetapi perlu diingat, pajak lingkungan ini dikenakan karena kegiatan usaha mereka membawa kerusakan pada alam. Kerusakan alam ini bisa terjadi karena pencemaran yang dilakukan, kelalaian maupun kesengajaan tidak melakukan rehabilitasi lingkungan, pengolahan limbah industri yang tidak baik, dan sebagainya. Akibatnya terjadilah kerusakan lingkungan yang memiliki efek domino baik bagi lingkungan itu sendiri maupun keuangan pemerintah. Banjir, kekeringan, longsor, merupakan contoh dari akibat yang ditanggung oleh lingkungan. Nantinya hal ini akan berdampak secara langsung kepada publik maupun pemerintah. Contoh yang nyata, gencarnya pemberitaan di media mengenai pertambangan dan tuntutan untuk melakukan tinjauan ulang terhadap izin pertambangan karena kerusakan yang mereka timbulkan (yang suka baca koran pasti tau donk ya), adalah salah satu alasan mengapa pajak lingkungan wajar dikenakan. Pemberian izin pertambangan meningkat jumlahnya menjelang pemilu. Hal ini wajar. Namun, konsekuensi dari pemberian izin yang tidak disertai dengan pertimbangan yang matang akan berdampak panjang. Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsinya sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa pemerintah harus mengutamakan kemakmuran rakyat, maka pengenaan pajak lingkungan dirasakan menjadi alternatif yang tepat.

Alasan penolakan kedua adalah timbulnya pajak berganda. Mari kita liat definisi pajak berganda. Pajak berganda terdiri dari pajak berganda ekonomis dan pajak berganda yuridis. Pajak berganda ekonomis adalah pengenaan lebih dari satu kali pajak terhadap objek ekonomi yang sama. Objek yang dikenakan misalnya adalah penghasilan. Bila pajak lingkungan dikenakan dalam bentuk disinsentif PPh, maka tidak terjadi pajak berganda karena masih dikenakan pajak satu kali atas penghasilan hanya porsinya yang lebih tinggi. Pajak berganda yuridis adalah pengenaan pajak lebih dari satu kali terhadap objek ekonomi yang sama berdasarkan yurisdiksi yang sama. Pajak lingkungan yang diterapkan dengan menggunakan instrumen PPh ataupun pajak daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, menggunakan yuridiksi yang berbeda. Oleh karena itu tidak ada pajak berganda yang ditimbulkan.

Menimbang dari cost and benefit diterapkannya pajak lingkungan, maka kita tidak dapat hanya membandingkan dampaknya terhadap pelaku usaha itu sendiri. Pengurangan laba pelaku usaha karena penerapan pajak lingkungan masih belum seimbang dengan biaya atas kerusakan yang ditimbulkan. Sanksi bagi perusahaan yang melakukan perusakan lingkungan ternyata tidak benar2 ditegakkan. Izin pertambangan itu salah satu bukti yang nyata. Jangan mentang2 karena sumber daya alam kita melimpah lantas kita bisa dengan seenaknya mengeksploitasi alam. Be wise and keep our nature for better future ya! Selengkapnya...

Kamis, 26 Januari 2012

Residivis pajak


Dalam KUHP dikenal hukuman yang lebih berat bagi mereka yang melakukan pengulangan kejahatan dalam batas waktu yang ditentukan. Misalnya kejahatan pembunuhan sebagaimana diatur pada Pasal 338 KUHP akan dikenai hukuman 10 tahun. Apabila ia mengulangi kembali perbuatannya setelah menjalani hukuman 10 tahun tersebut, maka berdasarkan Pasal 486 KUHP ia dapat diancam hukuman sepertiga lebih berat dari ancaman hukuman normal, dengan catatan perbuatan yang jenisnya sama tersebut dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun setelah menjalani hukuman untuk seluruh atau sebagian dari hukuman yang dijatuhkan.

Dalam Pasal 486-488, mengatur tentang penerapan unsur recidive (Aturan Khusus Buku II atau Buku III). Pada prinsipnya batas tenggang waktu untuk menentukan seseorang dapat dikualifikasikan sebagai residivis adalah 5 tahun antara hukuman yang sedang dijalani dalam suatu tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Bartolus, seorang ahli hukum, menyatakan bahwa “Humanum enimest peccare, angilicum, se emendare, diabolicum perserverare” atau kejahatan dan pengulangan kejahatan dianggap sebagai penerusan dari niat jahat, maka dapat dipastikan bahwa praktik pengulangan kejahatan itu sendiri sama tuanya dengan praktik kejahatan. Kita dapat melihat betapa pentinganya kedudukan pengulangan tindak pidana dalam hukum pidana.

Residivis sendiri berasal dari bahasa Perancis re dan cado. Re artinya lagi. Cado artinya jatuh. Residivis adalah melakukan kembali perbuatan kriminal yang sebelumnya dilakukan setelah dijatuhi hukuman pidana (dalam hal ini dari putusan hakim yang bersifat tetap) dan menjalani penghukumannya. Secara umum, unsurnya adalah:
a. Dilakukan oleh orang yang sama
b. Telah jatuh putusan terdahulu atas tindak pidananya
c. Pernah menjalani sebagian atau seluruh hukuman
d. Putusan hakim tersebut bersifat tetap
e. Dilakukan dalam jangka waktu tertentu.

Dalam konsep KUH Pidana Tahun 1982/1983 disebutkan bahwa tujuan pemidaan adalah untuk:
a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum dari pengayom masyarakat
b. Mengadakan koreksi terhadap terpidana dan dengan demikian menjadikan orang yang baik dan berguna serta mampu untuk hidup bermasyarakat
c. Menyelesaikan konflik yang disebabkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat
d. Membebaskan rasa bersalah para terpidana
Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia.

Dalam peraturan perundang-undangan perpajakan sendiri juga dikenal adanya tindak pidana perpajakan sebagaimana diatur dalam KUP. Pelanggaran maupun kejahatan terhadap ketentuan perpajakan akan dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Prof. Dr. Mr. J. Van der Poel (dalam buku Rondom Composite en Compromis) menyatakan bahwa hukum pidana pajak sebanyak mungkin harus sesuai dengan hukum pidana umum.

Penerapan hukuman ini ditujukan untuk memberikan efek jera dan sebagai alat untuk mencegah terjadinya tindak pidana di bidang perpajakan. Akan tetapi, ada beberapa perbedaan antara tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak pidana umum. Salah satunya adalah mengenai residivis.

Bukan hal mustahil apabila wajib pajak mengulangi kesalahan berupa tindak pidana pajak sebagaimana diatur dala Pasal 39, 40, 41, dan 41A UU KUP dalam jangka waktu tertentu. Namun, peraturan perundang-undangan perpajakan tidak mengenal istilah residivis. Akibatnya, apabila terjadi tindak pidana yang sama dalam jangka waktu tertentu akan dikenakan hukuman yang sama. Mengapa tidak ada istilah residivis dalam pajak yang bisa dikenakan hukuman misalnya sepertiga lebih tinggi dari sanksi biasa dalam jangka waktu 5 tahun? Selengkapnya...

Rabu, 19 Oktober 2011

Ada Apa dengan Tebu kita?


Tebu merupakan jenis tanaman yang familiar di telinga kita. Selama ini kita mengenal tebu sebagai bahan baku pembuatan gula dan vetsin. Tanaman yang hanya dapat tumbuh di daerah tropis ini sempat menjadi perbincangan. Penanaman yang mudah dan masa panen yang cepat, sekitar satu tahun membuat tanaman ini banyak dibudidayakan, terutama di daerah Jawa dan Sumatera.

Pada saat ini luas area tebu di seluruh Indonesia hampir 400 ribu ha, dengan produksi 2,3 juta ton. Tambahan area 600 ribu ha seperti yang diajukan SGC akan meningkatkan produksi gula menjadi 5,8 juta ton. (http://www.yousaytoo.com/potensi-tebu-sebagai-pengasil-ethanol/320476)

Beberapa waktu lalu, pengusaha gula mengeluhkan kurangnya pasokan tebu dalam negeri. Hal ini dikarenakan karena peningkatan nilai ekspor tebu. Porsi tebu yang diekspor terus meningkat tiap tahunnya dari jumlah total produksi. Stok tetes tebu rata-rata tahun 2008 mencapai 1,4 juta liter. 600 ribu liter dikirimkan ke perusahaan ethanol. 600 ribu digunakan untuk pakan ternak. Dan sisanya, yaitu sebesar 200 ribu liter diekspor. Namun porsi ini terus mengalami peningkatan. Tahun 2009, volume ekspor tebu mencapai 800 ribu liter. Hal ini tentu saja dikarenakan harga yang ditawarkan oleh pasar global lebih menarik bagi petani. Dengan jumlah produksi yang hampir sama, maka hanya akan menyisakan 200 ribu liter untuk kebutuhan ethanol dalam negeri. Hal itu berarti produsen ethanol kekurangan sekitar 400 ribu liter. Hal inilah yang dikeluhkan oleh perusahaan ethanol di beberapa waktu yang lalu. Berbeda kasus dengan kakao, tebu memiliki kebutuhan dalam negeri yang cukup tinggi. Sementara itu, perusahaan pengolah tetes tebu atau yang disebut dengan mollase juga telah berkembang di dalam negeri. Sudah seharusnya pemerintah mempertimbangkan kebutuhan dalam negeri.

Yang menjadi pertanyaan utama adalah mengapa angka ekspor tebu meningkat secara signifikan?
Apakah memang kebutuhan akan tetes tebu di pasar global terus meningkat ataukah ada alasan lain? Pasar global berani menawarkan harga yang lebih tinggi karena ternyata ethanol tebu dapat menjadi alternatif bioenergi terbarukan. Produksi ethanol dengan bahan baku tebu lebih effesien dibanding menggunakan bahan baku dari Singkong ataupun jagung, karena produksi ethanol dari Tebu tidak perlu adanya proses sakarifikasi yang memerlukan bantuan enzim. (http://www.ethanolenergi.com/2011/01/produksi-ethanol-dari-tebu.html)

Ethanol tebu dikenal bersih dan terjangkau. Ethanol tebu telah membantu Amerika dalam penghematan di SPBUnya. Selain itu, juga mengurangi ketergantungan Amerika pada Timur Tengah dan cenderung lebih aman bagi lingkungan. Selama 30 tahun terakhir, Ethanol merupakan bahan bakar terbarukan yang telah dicampur dengan bensin di AS untuk membantu mencapai ekonomi, tujuan keamanan lingkungan dan energi. Etanol dapat diperpanjang karena, tidak seperti batubara atau minyak, itu dihasilkan dari tanaman. Sumber termasuk tanaman seperti jagung dan tebu yang dapat dipanen terus menerus dan tumbuh kembali.
Kebanyakan bensin yang dijual hari ini di AS telah dicampur dengan etanol sampai 10% untuk membantu mencapai:
* Cleaner Udara - Etanol menambah oksigen untuk bahan bakar bensin sehingga dapat mengurangi polusi udara dan emisi gas buang berbahaya dalam knalpot. Dibandingkan dengan bensin, etanol tebu pemotongan gas rumah kaca sedikitnya 60%.
* Better Performance - Etanol merupakan bahan bakar beroktan tinggi yang membantu mencegah mesin mengetuk dan menghasilkan kekuatan yang lebih di mesin kompresi lebih tinggi. US Environmental Protection Agency (EPA) yang ditunjuk etanol tebu sebagai Bahan Bakar Terbarukan Advanced - kategori penting biofuel unggulan yang akan membuat naik 21 milyar galon pasokan bahan bakar Amerika pada tahun 2020.
* Mengurangi Konsumsi Minyak - Etanol mengurangi ketergantungan Amerika pada bahan bakar fosil dan minyak Timur Tengah. etanol Tebu adalah salah satu pilihan baik bagi diversifikasi pasokan energi dan meningkatkan keamanan energi AS, Amerika sehingga tidak bergantung pada satu sumber atau negara. (sweeteralternative.com)

Pajak Ekspor Tetes Tebu
Isu pengenaan pajak ekspor tebu mendapatkan tentangan keras dari para petani. Tentu saja pengenaan pajak ekspor ini akan memberatkan para petani tebu. Namun sudah menjadi kewajiban pemerintah juga untuk melindungi industri dalam negeri. Instrumen pencegahan ekspor, selain dengan pengenaan pajak ekspor, juga dapat menggunakan instrumen penetapan HPP. HPP yang lebih kompetitif dalam negeri dapat menjadi pertimbangan tersendiri untuk petani. Selain itu, penggunaan ethanol sebagai campuran bahan bakar juga perlu dipertimbangkan. Mengingat kebutuhan dalam negeri akan BBM terus meningkat yang diikuti dengan angka impor minyak yang meningkat pula. Perlu adanya pengembangan industri yang serupa dengan yang dilakukan di Amerika sehingga kita juga dapat memperoleh manfaat dari tebu kita sendiri. Selengkapnya...

Selasa, 16 Agustus 2011

Back to The Old One


Krisis pangan global dialami hampir di semua negara. Harga pangan global terus melonjak naik seiring dengan naiknya harga minyak mentah dunia. Indonesia juga terancam krisis pangan. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengungkapkan peningkatan nilai impor pangan selama semester pertama 2011 mencapai 7% dari total impor nasional. Padahal Indonesia adalah negara agraris. Sebuah anomali bahwa negara agraris mengimpor pangan. Berkurangnya stok pangan dunia dan lonjakan kenaikan harga pangan yang signifikan membuat krisis pangan global berpotensi menjadi ancaman besar.Indeks harga pangan FAO pada Desember 2010 mencapai rekor tertinggi, yaitu mencapai 214,7.FAO dan OECD memprediksi pada 2007-2016 produksi pangan dunia merosot hingga 5%.

Selama ini Indonesia terus mengandalkan impor pangan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan pangan. Melihat ancaman krisis pangan, beberapa negara memulai untuk melakukan larangan ekspor pangan guna menyediakan cadangan pangan dalam negeri. Jika larangan ekspor pangan diberlakukan secara ketat maka bukan hal yang mustahil kelaparan akan melanda Indonesia sebagaimana terjadi di sekitar tahun 1984.

Mungkin sekarang sudah waktunya pemerintah untuk memfokuskan politik ketahanan pangan. Peralihan menjadi negara industri seharusnya memperhatikan potensi dan kemampuan masyarakat yang ada. Sejarah beberapa negara membuktikan bahwa industrialisasi akan menciptakan kapitalisme.


Apa itu Politik Ketahanan Pangan?
Politik Ketahanan Pangan sebenarnya bukan hal yang baru bagi kita. Hal ini telah dimulai sejak tahun 1950. Perkembangan politik ketahanan pangan dari masa ke masa pun berfluktuasi. Namun kini, ketahanan pangan Indonesia tidak dapat dikatakan stabil mengingat ketergantungan kita terhadap pangan impor cukup besar. Total jumlah impor pangan adalah sebesar 7% dari total impor. Apabila pasokan pangan dalam negeri kurang mencukupi kebutuhan dalam negeri, maka impor bukan merupakan alternatif terbaik.

Masih ingatkah kita dengan pemberlakuan cadangan bulog sebagai basis ketahanan pangan nasional? bahkan di setiap tingkat provinsi (dahulu Dati I) maupun kabupaten (Dati II). Penyuluhan kepada petani pun gencar dilakukan. Sering ditemukan bibit unggul baru. Pemberantasan praktik ijon kepada para tengkulak pun gencar dilakukan. Bukan hal yang mudah untuk mencapai swasembada pangan. Indonesia pernah mencapai hal tersebut. Namun tidak dapat dijaga keberlanjutannya.


Selain itu, konversi bahan pangan pokok dari beras ke bahan pangan alternatif pun sempat dilakukan guna mengurangi ketergantungan kita terhadap beras. Misalnya jagung maupun sagu. Pemerintah juga menetapkan harga pangan lokal yang sedikit lebih tinggi dari harga pangan dunia guna mengantisipasi ekspor pangan ilegal.

Selain dari sisi supply, politik ketahanan pangan juga memerlukan kerja sama dari sisi demand,yaitu jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dari pertumbuhan jumlah pangan membuat perlunya pembatasan jumlah kelahiran. Program KB dengan slogan :Dua anak cukup pun diciptakan.

Revitalisasi pangan yang dilakukan pemerintah tidak serta merta diimbangi dengan ketahanan dan swasembada pangan, akibatnya program ini tidak berjalan secara maksimal. Oleh karenanya, sudah saatnya kita untuk berfikir ulang mengenai prioritas pembangunan mulai dari yang paling prioritas.







Selengkapnya...

Senin, 15 Agustus 2011

Kepercayaan Masyarakat


Masyarakat merupakan pilar ketiga dari sebuah pemerintahan selain pemerintah dan dunia usaha. Masyarakat memiliki peranan besar dalam keberhasilan suatu negara. Hubungan kepercayaan masyarakat dan kinerja pemerintah adalah suatu hubungan yang simultan. Jadi apabila suatu pemerintahan mengalami kegagalan, kesalahan tidak hanya terletak pada pemerintahnya saja. Namun juga masyarakatnya. Masyarakat merupakan kontrol sosial dari kinerja pemerintah. Bagaimana pemerintah dapat melakukan tugasnya dengan baik apabila setiap kebijakan yang dikeluarkan selalu ditentang. Memang tidak mudah memuaskan kebutuhan segala pihak. Namun harus selalu ada yang menjadi prioritas.

Bagaimana menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah?

Yang pertama harus dilakukan adalah mengetahui kebutuhan dasar masyarakat, yaitu kebutuhan pangan. Masyarakat Indonesia masih banyak yang awam terhadap kebijakan pemerintah. Mereka tidak mau tahu bagaimana suatu kebijakan itu diterbitkan, yang merupakan opportunity cost dari segala kemungkinan yang ada. Masyarakat ingin agar mereka mampu membeli barang kebutuhan pokok dengan harga yang murah. Hal ini terbukti dari jaman pemerintahan orde baru dimana kebutuhan pokok kita dapat dikatakan lebih terjamin. Adanya pemerataan pendapatan juga memacu masyarakat untuk lebih percaya kepada pemerintah. Terlepas dari praktik KKN di belakannya, Indonesia pernah menjadi macan asia dan berhasil dalam swasembada pangan.

Melihat wilayah Indonesia yang potensial terhadap sektor pangan, kebijakan pemerintah sebaiknya memang difokuskan di sektor pangan dahulu. Pemerintahan Soeharto berhasil membangun irigasi terbesar. Hal ini mungkin tidak terlalu terlihat bagi kita yang jarang turun ke sawah. Namun bagi mereka yang mengolah pangan kita, pembangunan irigasi ini merupakan langkah maju. Ditopang dengan panca usaha tani, subsidi pupuk, dan sebagainya. Beliau tahu betul kebutuhan masyarakat tani waktu itu.

Apa yang terjadi sekarang?
Kekeringan yang melanda di sebagian besar wilayah Yogyakarta, Klaten, dan Solo, membuat petani beralih menjadi pedagang hik. Padahal telah ada anjuran dari pemerintah untuk menanam palawija. Fenomena seperti ini tidak dapat dibiarkan terus menerus. Para petani yang beralih profesi bisa jadi tidak hanya satu dua bulan. Pengurangan jumlah lahan pertanian dan perubahannya menjadi wilayah pemukiman, akan membahayakan kontinuitas stock pangan kita.

Banyak program orde baru yang masih baik untuk dijalankan. Misalnya transmigrasi. Pemerataan penduduk di wilayah Indonesia merupakan salah satu langkah di bidang pertahanan keamanan. Bagaimana tidak? Kasus suaka politik yang pernah diberikan pemerintah Australia kepada WNI Papua disebabkan oleh kurang diperhatikannya masyarakat perbatasan.

Yang kedua adalah program KB. Pembatasan jumlah penduduk perlu dilakukan. Menurut Thomas Robert Malthus, pertumbuhan penduduk menurut deret ukur dan ketersediaan pangan menurut deret hitung. Jika penduduk tidak dibatasi, maka fenomena impor bahan pangan seperti sekarang ini bukanlah fenomena yang aneh.

Kebutuhan pokok masyarakat perlu diperhatikan lebih dahulu. Pemerintah seyogyanya memfokuskan pada peningkatan di sektor tertentu yang multiplier effectnya lebih besar. Jika kepercayaan masyarakat telah di dapat, maka kebijakan pemerintah selanjutnya dapat lebih terkontrol. Selengkapnya...

Jumat, 08 Juli 2011

Pendidikan dalam APBN


Sesuai dengan amanat Pasal 32 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi "Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional", maka porsi dana pendidikan dalam APBN kita ditetapkan sebesar 20% dari total belanja. Sepintas hal ini terdengar bagus. Pengalokasian dana 20% dari APBN untuk pendidikan dianggap sebagai wujud tanggung jawab pemerintah terhadap pendidikan warga negaranya. Biaya pendidikan yang semakin tinggi menjadi salah satu alasan pengajuan usul ini. Dulu hal ini dianggap sebagai prestasi dari wakil kita karena telah berhasil memperjuangkan salah satu kebutuhan primer dari rakyat.

Angka 20% 'dulu' dianggap sedikit bagi yang mengajukan. Mengingat porsi dana pendidikan di negara lain justru lebih besar. Data tahun 2003, dana APBN yang dialokasikan untuk pendidikan di Singapura telah mencapai 27%, Malaysia sebesar 22% dan 2008 mencapai 26%, sedangkan Thailand mencapai 21%. Data Balitbang Depdiknas 2003 menyebutkan berkaitan dengan porsi biaya pendidikan, yang ditanggung orang tua siswa berkisar 63,5%–87,75% dari biaya total. Data 2006 berdasarkan laporan ICW menunjukkan biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat (selain orang tua/siswa) hanya berkisar antara 12,22%–36,65%. Sementara berdasarkan laporan Bank Dunia, Indonesia hanya menyediakan 62,8% dari keperluan dana penyelenggaraan pendidikan nasionalnya.

"Indonesia adalah satu dari tiga negara selain Taiwan dan Brazil yang telah secara tegas mencantumkan besaran angka persentase anggaran pendidikan di dalam konstitusinya.” (http://pelayanrakyat.blogspot.com).

Bagaimana keadaan sekarang?

Seiring dengan peningkatan jumlah belanja dalam APBN, jumlah dana yang dialokasikan untuk pendidikan semakin meningkat juga. Tahun ini saja terdapat tambahan dana pendidikan sebesar Rp16,67triliun sebagai akibat dari penambahan belanja dari Rp1.229,6triliun menjadi Rp1.313,4triliun. Total anggaran pendidikan menjadi Rp262,68triliun dari yang sebelumnya Rp245,92triliun.Rencananya tambahan tersebut Rp14,4trilun akan dialokasikan untuk penyesuaian dan sisanya untuk dana pengembangan pendidikan nasional.

Sudahkah melihat permasalahannya?
Peningkatan dana pendidikan tidak serta merta diimbangi dengan peningkatan proyek yang akan dilakukan. Lantas bagaimana dengan pengalokasian tambahan dana ini? Terlepas dari opini BPK atas laporan Kementerian Pendidikan yang menyatakan "disclaimer", penambahan dana yang jumlahnya cukup besar bila tidak dikelola secara bijak justru akan membebani APBN kita.

Angka 20% dari APBN bukanlah jumlah yang kecil, mengingat masih banyak hal lainnya yang harus dibiayai dengan APBN. Belanja pegawai juga membutuhkan alokasi dana yang besar. Nondiscretionary spending (belanja terikat) yang jumlahnya sudah absolut tahun ini sebesar Rp912triliun, yang berarti sebesar 69,44% dari total APBN. Sedang sisanya adalah belanja tak terikat termasuk Rp116triliun utang. Melihat dari total ini, maka fiscal space dalam APBN kita bisa dibilang sangat rendah. Komposisi belanja negara masih didominasi oleh belanja mengikat yang bersifat wajib. Sekitar 97 % dari Pendapatan Dalam Negeri (Pajak dan PNBP) tahun 2010 digunakan untuk membiayai belanja mengikat yang bersifat wajib, antara lain untuk transfer ke daerah (35%); belanja pegawai dan barang (27%); subsidi (20%); dan bunga Utang (11%). Dana yang tersisa untuk belanja tidak mengikat (Diskresioner), antara lain belanja modal untuk infrastruktur dan bantuan sosial menjadi sangat terbatas.Padahal kita masih sangat memerlukan infrastruktur dalam menunjang pengembangan ekonomi. Selain itu infrastruktur yang baik merupakan daya tarik investor selain pangsa pasar.

Pemerintah memiliki keterbatasan fiscal space. Padahal mandatory spending untuk pendidikan sebesar 20% belum tentu dapat diserap dengan baik. Oleh karena itu pengalokasian 20% dana pendidikan dalam APBN belum tentu menjadi jalan yang baik. Yang dipertanyakan selanjutnya adalah bagaimana pengelolaan 20% APBN ini? Silakan dilihat dari laporan Kementerian Pendidikan. Serta bagaimana dampak penambahan alokasi dana pendidikan dalam pendidikan itu sendiri? Apakah pendidikan kita semakin baik atau semakin terjangkau? Silakan dilihat dalam kenyataan sendiri. Selengkapnya...

Kamis, 14 April 2011

Ketika kita harus memilih.


Terkadang berpikir bahwa langkah yang dilakukan pemerintah itu tidak jelas arahnya. Misalnya dalam arah kebijakan fiskal 2011: pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment. Hal itu sama dengan impossible trinity yaitu pertumbuhan tinggi, inflasi rendah, dan nilai tukar stabil yang tidak akan mungkin dapat tercapai. Sebaiknya pemerintah memfokuskan pada satu tujuan misalnya pro growth saja, atau pro poor saja. Karena ketidakfokusan ini akan berakibat pada banyak hal. Misalnya dalam pembuatan kebijakan.

Contoh yang sederhana, pemerintah tidak akan menaikkan PPnBM mobil hingga ke taraf maksimal. Sementara cadangan minyak kita diperkirakan hanya sampai 23 tahun ke depan, keterangan Menteri ESDM Darwin Zahedy. Gas bumi Indonesia bertahan untuk 63 tahun dan batu bara 77 tahun. Hal yang hampir mustahil dilakukan dalam waktu dekat kita akan melakukan alih energi dari energi migas dan batubara ke energi alternatif secara menyeluruh. Namun kita tidak melakukan pembatasan atas penggunaan energi saat ini. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang berarti terjadi peningkatan kebutuhan energi, maka bukan hal yang tidak mungkin energi yang tersedia habis lebih cepat dari perkiraan. Dengan tidak berusaha mengurangi peningkatan penggunaan energi sama dengan memacu energi untuk lebih cepat habis dari seharusnya. Jangankan membatasi penggunaan dari yang sudah ada, langkah membatasi peningkatan pun tidak signifikan dilakukan.

Apa yang ingin kita capai? Seperti great depression melanda Amerika Serikat dimulai dengan jatuhnya harga saham 4 September 1929 (sumber:Wikipedia). Pengangguran di Amerika Serikat naik 25%. Dan teori Adam Smith runtuh berganti dengan teori Keyness. Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Roosevelt adalah dengan pemotongan produksi pertanian untuk menaikkan harga melalui Agricultural Adjustment Act.

Jikalau harga naik berarti akan memicu inflasi dan hal ini sangat tidak pro poor. Namun langkah ini pro growth. Mereka menetapkan UMR untuk memacu daya beli konsumen dalam rangka meningkatkan daya beli kelas menengah. Sehingga akan terjadi kenaikan produksi yang akan memicu penambahan tenaga kerja. Namun inflasi terus naik sehingga pemerintah berusaha menjaga tingkat inflasi yang menyebabkan pengangguran bertambah lagi dari 14,3% pada tahun 1937 untuk 19,0% pada 1938, naik dari 5 juta menjadi lebih dari 12 juta pada tahun 1938 awal.

Di sinilah letak oportunity cost terlihat. Kita harus tahu mana yang menjadi skala prioritas awal. Kemudian disusul paket selanjutnya. Jadi nampaknya program pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment tidak menjadi kebijakan fiskal satu tahun melainkan untuk waktu jangka panjang. Karena membutuhkan paket stimulus dari semua arah. Jadi tentukan dulu mana sektor yang akan diprioritaskan. Buat skala kepentingannya. Selengkapnya...

Minggu, 27 Maret 2011

Tax Holiday, benarkah signifikan?

Tax Holiday dibuat sebagai sweetener bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Berbagai kemudahan dan fasilitas fiskal dijadikan penarik datangnya investor terutama bagi investasi baru dan perluasan investasi. Namun benarkah bahwa fiskal menjadi poin penting bagi investasi?

Banyak pendapat menyatakan bahwa tax holiday bukan menjadi pertimbangan utama. Karena pada dasarnya ketika seorang investor akan memutuskan menanamkan modalnya di suatu tempat, beberapa hal penting menjadi pertimbangannya.

Yang pertama adalah pangsa pasar. Indonesia memiliki jumlah penduduk yang banyak dan tergolong konsumtif. Sebagai sebuah negara berkembang, penduduk Indonesia rata-rata menghabiskan 80% penghasilannya untuk konsumsi (disposable income). Jadi secara pangsa pasar, kita masih unggul. Selain itu, jumlah penduduk yang banyak membuat upah tenaga kerja tergolong murah, sehingga biaya pokok produksi dapat ditekan.

Yang kedua, infrastruktur. Di sinilah letak permasalahannya. Ketersediaan infrastruktur yang kurang baik akan menimbulkan masalah terutama pada link distribusi yang berakibat pada kenaikan harga produk. Belum lagi praktek pungli di sepanjang jalur produksi.

Yang ketiga adalah urusan administrasi. Kita dinilai terlalu birokratis. Dengan semboyan "kalo bisa dipersulit mengapa harus dipermudah?"

Dari tiga faktor utama di atas, rasanya tax holiday tidak begitu signifikan dalam menarik minat investor. Karena masih banyak kekurangan kita. Seandainya infrastruktur kita baik dan birokrasi kita mudah, rasanya tanpa tax holiday pun investor akan tetap menanamkan modalnya di Indonesia, mengingat pangsa pasar yang menggiurkan.

Penerapan tax holiday malah dapat menimbulkan potential loss dari penerimaan negara. Jadi seharusnya kita lebih berhati-hati dalam memperhitungkan cost and benefit dari sebuah kebijakan. Selengkapnya...

Jumat, 18 Maret 2011

Pangan itu Zero Tolerance


Setiap kegiatan harus memiliki prioritas. Begitu pula dengan pembangunan. Tidak dapat dipungkiri bahwa semasa jabatan Soeharto, Indonesia memiliki prioritas pembangunan yang tercermin dalam Repelita. Di sanalah terletak framework pembangunan bangsa ini. Semua sektor pembangunan itu penting. Namun dengan keterbatasan sumber daya yang kita miliki, mengharuskan kita untuk memilih prioritas pembangunan.

Sekarang ini, hampir semua sektor pembangunan menempatkan diri bahwa sektor merekalah yan g terpenting. Namun, sejalan dengan pernyataan wakil presiden, Boediono, bahwa urusan pangan zero tolerance. Karena pangan menjadi dasar kebutuhan dari setiap individu di dunia ini. Tahun 2011, sadar atau tidak, krisis pangan mulai dirasakan. Perubahan iklim dijadikan alasan terjadinya krisis. Kenaikan harga minyak mentah dunia memacu krisis ke arah yang lebih buruk.

Beberapa hal yang tidak kita sadari memacu krisis pangan. Peningkatan kesejahteraan yang mendorong tingkat konsumsi, perubahan iklim global, pertambahan jumlah penduduk yang menyebabkan turunnya luas lahan pertanian adalah beberapa penyebab krisis pangan global. Kenaikan harga bahan pangan akan memicu kenaikan harga domestik. Ditambah lagi dengan kenaikan harga minyak yang terus terjadi akan mendorong peningkatan harga bahan pangan. Jika sudah seperti ini, maka kenaikan inflasi menjadi hal yang wajar terutama untuk inflasi yang merupakan sumbangan dari volatile food. Tekanan inflasi akan melanda di emerging market termasuk Indonesia.

Kita membutuhkan kebijakan pemerintah untuk pengamanan pangan. Subsidi raskin, subsidi pupuk, insentif fiskal berupa PPN DTP untuk beberapa komoditas, penurunan tarif bea masuk dan sebagainya adalah langkah-langkah yang telah ditempuh pemerintah untuk mengamankan pasokan pangan dalam negeri.

Jika sudah terjadi hal seperti ini, kita kembali disadarkan bahwa Orde Baru tidak selamanya berdampak buruk. Beberapa hal yang baik seperti prioritas pembangunan yang dulu sempat dilaksanakan sehingga Indonesia berhasil swasembada pangan dan menjadi macan Asia, masih layak untuk terus diperjuangkan. Karena pangan itu zero tolerance. Selengkapnya...

Selasa, 08 Februari 2011

berpikir pada intinya

Entah mengapa kita terlalu memusingkan pernyataan Presiden menyangkut gaji beliau yang tidak naik selama 7 tahun. Terlepas dari masalah keetisan, pernyataan beliau diikuti dengan kemungkinan standardisasi gaji menurut beban kerja masing-masing.

Jika berbicara mengenai gaji, hampir dapat dipastikan semua orang akan menjadi sangat sensitif. Semua pihak menginginkan peningkatan penghasilan. Di sini saya tidak akan membicarakan penghasilan dari sektor swasta. Karena tidak berdampak pada pembelanjaan negara. Jika pegawai negeri meminta kenaikan penghasilan maka akan menambah beban APBN terutama kenaikan dari sisi belanja pegawai yang bersifat mengikat (discresionary). Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya ruang untuk porsi pembangunan sektor riil.

Namun jika kita cermati, kenaikan gaji pun merupakan pedang bermata ganda bagi pegawai itu sendiri. Di satu sisi kenaikan gaji bisa membuat kekayaan kita bertambah. Namun di sisi lain, hal ini juga memicu inflasi karena semakin banyak uang yang beredar di masyarakat.

Selama ini kita mungkin terfokus pada penambahan kekayaan berupa penambahan jumlah uang. Namun pada dasarnya, real money balance yang penting. Sederhananya ketika dulu kita memiliki uang Rp20.000,00 dan kita mampu membeli 5 roti dengan harga Rp4.000,00 per roti. Namun ketika uang kita bertambah menjadi Rp30.000,00, sedangkan harga roti Rp7.500,00 maka kita hanya mampu membeli 4 roti saja. Walaupun uang kita bertambah namun pada kenyataannya kita malah semakin miskin. Fenomena inilah yang menjadi dampak negatif dari kenaikan gaji pegawai.

Jadi, mulailah berfikir pada inti. Bukan dengan menaikkan gaji untuk menambah kesejahteraan seseorang, tapi dengan mengendalikan inflasi pada tingkat tertentu. Sehingga diharapkan inflasi yang terjadi merupakan cerminan pertumbuhan ekonomi riil. Selengkapnya...

Rabu, 19 Januari 2011

Euforia kenaikan harga sawit


Harga sawit dunia terus melambung tinggi. Petani sawit mengalami keuntungan akan fenomena ini. Pemerintah juga melakukan berbagai upaya untuk mensupport kenaikan harga sawit ini. Beberapa waktu yang lalu, kenaikan bea keluar oleh pemerintah terhadap ekspor sawit dirasa memberatkan para petani. Padahal sebenarnya, pemerintah berusaha untuk mendorong industri sawit dalam negeri untuk lebih inovatif dalam mengolah sawit mereka sehingga mampu mengekspor sawit olahan yang tentu saja memiliki harga jual yang lebih tinggi daripada sawit mentah.

Namun ada hal yang terlupakan dari euforia kenaikan harga sawit ini, yaitu lingkungan. Jika memang pasar sawit menggiurkan, mengapa negara sentra sawit hanya Indonesia dan Afrika? Negara lain apakah tidak mampu juga untuk mengembangkan sawit. Beberapa negara memiliki iklim dan struktur tanah yang hampir sama dengan kita. Mereka mungkin telah menyadari bahaya dari sawit ini.

Menurut Sawit Wach, penanaman kelapa sawit sendiri menimbulkan beberapa dampak negatif seperti berkurangnya unsur hara dalam tanah. Sawit dinilai rakus memakan unsur hara dalam tanah. Bahkan satu tanaman mampu menyerap air 12 Liter per hari. Penggunaan pupuk kimia untuk merangsang pertumbuhan kelapa sawit menambah dampak negatif terhadap tanah.

Di samping itu, banyaknya investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya di pertanian sawit mengakibatkan banyaknya konversi lahan. Akibatnya berkuranglah lahan penyerapan air, keluasan hutan, dan sebagainya. Sehingga rentan terhadap erosi. Di samping itu, sistem pertanian monokulturasi juga membuat hama merusak ekosistem yang telah ada.

Melihat dari dampak yang ditimbulkan, sudah sepantasnyalah kita mulai berhitung dengan para investor untuk masalah lingkungan yang ditimbulkan. Apalagi perkebunan sawit justru didominasi asing. Mereka mendapatkan keuntungan akan tetapi kita akan menanggung kerugian jangka panjangnya.

Jangan sampai kita terlena oleh kenikmatan sesaat. Selengkapnya...