Kamis, 14 April 2011

Ketika kita harus memilih.


Terkadang berpikir bahwa langkah yang dilakukan pemerintah itu tidak jelas arahnya. Misalnya dalam arah kebijakan fiskal 2011: pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment. Hal itu sama dengan impossible trinity yaitu pertumbuhan tinggi, inflasi rendah, dan nilai tukar stabil yang tidak akan mungkin dapat tercapai. Sebaiknya pemerintah memfokuskan pada satu tujuan misalnya pro growth saja, atau pro poor saja. Karena ketidakfokusan ini akan berakibat pada banyak hal. Misalnya dalam pembuatan kebijakan.

Contoh yang sederhana, pemerintah tidak akan menaikkan PPnBM mobil hingga ke taraf maksimal. Sementara cadangan minyak kita diperkirakan hanya sampai 23 tahun ke depan, keterangan Menteri ESDM Darwin Zahedy. Gas bumi Indonesia bertahan untuk 63 tahun dan batu bara 77 tahun. Hal yang hampir mustahil dilakukan dalam waktu dekat kita akan melakukan alih energi dari energi migas dan batubara ke energi alternatif secara menyeluruh. Namun kita tidak melakukan pembatasan atas penggunaan energi saat ini. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk yang berarti terjadi peningkatan kebutuhan energi, maka bukan hal yang tidak mungkin energi yang tersedia habis lebih cepat dari perkiraan. Dengan tidak berusaha mengurangi peningkatan penggunaan energi sama dengan memacu energi untuk lebih cepat habis dari seharusnya. Jangankan membatasi penggunaan dari yang sudah ada, langkah membatasi peningkatan pun tidak signifikan dilakukan.

Apa yang ingin kita capai? Seperti great depression melanda Amerika Serikat dimulai dengan jatuhnya harga saham 4 September 1929 (sumber:Wikipedia). Pengangguran di Amerika Serikat naik 25%. Dan teori Adam Smith runtuh berganti dengan teori Keyness. Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Roosevelt adalah dengan pemotongan produksi pertanian untuk menaikkan harga melalui Agricultural Adjustment Act.

Jikalau harga naik berarti akan memicu inflasi dan hal ini sangat tidak pro poor. Namun langkah ini pro growth. Mereka menetapkan UMR untuk memacu daya beli konsumen dalam rangka meningkatkan daya beli kelas menengah. Sehingga akan terjadi kenaikan produksi yang akan memicu penambahan tenaga kerja. Namun inflasi terus naik sehingga pemerintah berusaha menjaga tingkat inflasi yang menyebabkan pengangguran bertambah lagi dari 14,3% pada tahun 1937 untuk 19,0% pada 1938, naik dari 5 juta menjadi lebih dari 12 juta pada tahun 1938 awal.

Di sinilah letak oportunity cost terlihat. Kita harus tahu mana yang menjadi skala prioritas awal. Kemudian disusul paket selanjutnya. Jadi nampaknya program pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment tidak menjadi kebijakan fiskal satu tahun melainkan untuk waktu jangka panjang. Karena membutuhkan paket stimulus dari semua arah. Jadi tentukan dulu mana sektor yang akan diprioritaskan. Buat skala kepentingannya. Selengkapnya...