Rabu, 14 Maret 2012

Pajak Lingkungan

Well, may be i am a little late..tapi diantara sekian banyak polemik mengenai citra institusi perpajakan di Indonesia, saya tertarik dengan pembahasan mengenai pajak lingkungan. Apa yang dimaksud pajak lingkungan? Apakah ia merupakan bentuk pajak yang baru? Mungkinkah ia diterapkan di saat masyarakat sedang gencar2nya melakukan resistensi terhadap pajak?




Usulan mengenai pajak lingkungan sebenarnya telah lama disuarakan. Entah karena gemanya yang kurang keras, atau bagaimana, tetapi usulan ini cenderung dimentahkan. Pajak lingkungan adalah pengenaan pajak terhadap sektor tertentu yang berpotensi merusak lingkungan sebagai konsekuensi dari kegiatan usaha mereka yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Pajak lingkungan sendiri bisa berupa bentuk pajak yang baru, yang bisa masuk sebagai pajak pusat maupun pajak daerah, akan tetapi bisa juga merupakan pengembangan dari jenis-jenis pajak yang sudah ada. Misalnya bagi industri yang merusak alam, maka dikenai disinsetif pajak dengan penerapan tarif PPh lebih tinggi.

Pelaku usaha dengan sigap menolak usulan ini dengan alasan pengenaan pajak lingkungan akan menambah beban pajak mereka dan menimbulkan pajak berganda. Menambah beban pajak mereka memang benar. Akan tetapi perlu diingat, pajak lingkungan ini dikenakan karena kegiatan usaha mereka membawa kerusakan pada alam. Kerusakan alam ini bisa terjadi karena pencemaran yang dilakukan, kelalaian maupun kesengajaan tidak melakukan rehabilitasi lingkungan, pengolahan limbah industri yang tidak baik, dan sebagainya. Akibatnya terjadilah kerusakan lingkungan yang memiliki efek domino baik bagi lingkungan itu sendiri maupun keuangan pemerintah. Banjir, kekeringan, longsor, merupakan contoh dari akibat yang ditanggung oleh lingkungan. Nantinya hal ini akan berdampak secara langsung kepada publik maupun pemerintah. Contoh yang nyata, gencarnya pemberitaan di media mengenai pertambangan dan tuntutan untuk melakukan tinjauan ulang terhadap izin pertambangan karena kerusakan yang mereka timbulkan (yang suka baca koran pasti tau donk ya), adalah salah satu alasan mengapa pajak lingkungan wajar dikenakan. Pemberian izin pertambangan meningkat jumlahnya menjelang pemilu. Hal ini wajar. Namun, konsekuensi dari pemberian izin yang tidak disertai dengan pertimbangan yang matang akan berdampak panjang. Oleh karena itu, dalam menjalankan fungsinya sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa pemerintah harus mengutamakan kemakmuran rakyat, maka pengenaan pajak lingkungan dirasakan menjadi alternatif yang tepat.

Alasan penolakan kedua adalah timbulnya pajak berganda. Mari kita liat definisi pajak berganda. Pajak berganda terdiri dari pajak berganda ekonomis dan pajak berganda yuridis. Pajak berganda ekonomis adalah pengenaan lebih dari satu kali pajak terhadap objek ekonomi yang sama. Objek yang dikenakan misalnya adalah penghasilan. Bila pajak lingkungan dikenakan dalam bentuk disinsentif PPh, maka tidak terjadi pajak berganda karena masih dikenakan pajak satu kali atas penghasilan hanya porsinya yang lebih tinggi. Pajak berganda yuridis adalah pengenaan pajak lebih dari satu kali terhadap objek ekonomi yang sama berdasarkan yurisdiksi yang sama. Pajak lingkungan yang diterapkan dengan menggunakan instrumen PPh ataupun pajak daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, menggunakan yuridiksi yang berbeda. Oleh karena itu tidak ada pajak berganda yang ditimbulkan.

Menimbang dari cost and benefit diterapkannya pajak lingkungan, maka kita tidak dapat hanya membandingkan dampaknya terhadap pelaku usaha itu sendiri. Pengurangan laba pelaku usaha karena penerapan pajak lingkungan masih belum seimbang dengan biaya atas kerusakan yang ditimbulkan. Sanksi bagi perusahaan yang melakukan perusakan lingkungan ternyata tidak benar2 ditegakkan. Izin pertambangan itu salah satu bukti yang nyata. Jangan mentang2 karena sumber daya alam kita melimpah lantas kita bisa dengan seenaknya mengeksploitasi alam. Be wise and keep our nature for better future ya!

0 comments: