Rabu, 21 Maret 2012

Penghematan BBM dan semua tentangnya....

Isu kenaikan BBM mengandung banyak kontroversi di masyarakat. BBM yang dianggap memiliki efek domino yang besar, akan mempengaruhi banyak sektor terkait dengan isu kenaikannya. Di tengah fluktuasi harga minyak dunia, kenaikan BBM merupakan sesuatu yang sulit dihindari. Di samping itu, masyarakat juga tidak buta, bisa kita lihat di area SPBU, masih banyak mobil pribadi mengonsumsi BBM bersubsidi. Hal ini menunjukkan bahwa subsidi BBM justru tidak tepat sasaran. Sekitar 70% pengguna BBM bersubsidi justru mobil pribadi.

Subsidi BBM diberikan terhadap selisih dari harga BBM di pasaran dengan harga keekonomian. Misalnya harga keekonomian BBM saat ini RP8.125,00 (termasuk alfa yang ditetapkan) dan harga BBM dipatok Rp4.500,00, maka atas selisih sebesar Rp3.625,00 ditanggung pemerintah berupa subsidi. Subsidi BBM saat ini merupakan pos subsidi yang besar dalam APBN. Bagaimana tidak, dengan beban subsidi per liter yang cukup besar itu akan mengurangi kesempatan pemerintah untuk mengalokasikan dana APBN kepada sektor lain. Belum lagi sektor pendidikan yang dipatok 20% dari APBN akan lebih mempersempit fiscal space pemerintah.

Kenaikan BBM ini pernah terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2005 dan 2008, pemerintah pernah menaikkan BBM. Kenaikan BBM yang cukup signifikan menghasilkan penghematan yang cukup besar juga. Subsidi BBM yang dihemat itu sebagian dialirkan kembali kepada masyarakat dalam bentuk dana segar berupa BLT. Hal yang sama akan dilakukan pemerintah baru-baru ini. Apakah skema ini tetap pantas digunakan?

Menurut Anggito Abimanyu, kenaikan BBM sebesar Rp1.500 per liter agak di luar kewajaran. Angka itu akan menghasilkan penghematan sebesar Rp40 triliun. Namun angka itu melampaui kenaikan pendapatan per kapita rata-rata. Mengapa? Karena kenaikan BBM sebesar 33% melampaui kenaikan pendapatan per kapita rata-rata yang hanya sebesa 25%. Angka yang wajar adalah Rp1.000 per liter. Kenaikan ini hanya sebesar 22% dan masih di bawah kenaikan rata-rata pendapatan per kapita.

Hal kedua yang harus dipikirkan adalah skema BLSM yang sekarang marak di bahas. Kenaikan BBM tahun ini tidak seperti tahun 2005 maupun 2008. Dengan perkiraan inflasi 6-7%, maka kenaikan BBM ini sebesar 33%. Sedangkan kenaikan tahun 2005 mampu menarik kenaikan inflasi hingga 17,8%, sedangkan tahun 2008 menarik sebesar 11,03%. Tahun 2005 dan 2008 pemerintah mengucurkan skema BLT sebagai penyeimbang kenaikan BBM. Namun, pada kenyataannya skema itu justru banyak menimbulkan masalah. Masalah yang ditimbulkan antara lain, penggunaan BLT untuk hal-hal yang bersifat konsumerisme, penyerahan yang tidak tepat sasaran, dampak psikologis yang diderita oleh pemerintah daerah setempat, dan masih banyak lagi. Tahun ini, pemerintah berencana mengeluarkan BLSM sebesar Rp150 ribu perbulan selama 8 bulan. Angka ini dikatakan cukup besar mengingat kenaikan BBM tahun tidak sebesar tahun 2005 dan 2008. Masih banyak pilihan subsidi di luar skema BLSM dalam meredam dampak kenaikan BBM. Misalnya pengalihan pada subsidi pupuk yang sudah dikenal memiliki efek domino yang besar. Atau bisa juga dengan mengalihkan untuk memperbaiki sarana transportasi.

Selain penghematan subsidi BBM, perlu juga dipikirkan untuk konversi energi. Masih terekam dalam ingatan kita program konversi minyak tanah (kerosin) menjadi LPG. Hal itu sangat penting karena subsidi kerosin merupakan subsidi terbanyak dari proporsi subsidi BBM kita. Dan disadari atau tidak, program ini cukup berhasil. Pemerintah menyalurkan bantuan berupa kompor dan tabung gas pertama yang notabene merupakan barang modal sehingga bisa digunakan langsung oleh masyarakat. Dalam penghematan BBM kali ini, perlu juga dipikirkan langkah untuk melakukan penghematan jangka panjang. Misalnya dengan konversi ke BBG untuk kendaraan tertentu ataupun pengalihan dana subsidi untuk memperbaiki sarana transportasi umum. Kelayakan transportasi umum merupakan salah satu pertimbangan penggunaan kendaraan pribadi di jalan raya.

Selain itu, program pemerintah lainnya juga harus saling mendukung. Dalam rangka penghematan BBM ini justru kemudahan pengucuran kredit diperluas, terutama kredit mobil. Realitanya, banyak orang berusaha untuk memiliki mobil namun tidak memperhatikan dampak jangka panjangnya. Misalnya mobil Avanza masih minum premium. Pembatasan kendaraan ini juga perlu untuk dipikirkan dalam rangka mengurangi konsumsi BBM kita.

Mendekati masa kenaikan BBM, secara tidak langsung akan menambah jumlah konsumsi BBM. Hal ini merupakan kecenderungan masyarakat kita. Pemerintah harus dapat mengantisipasi kenaikan konsumsi BBM ini. Banyaknya kasus penimbunan BBM, antrian panjang di SPBU, merupakan fenomena yang wajar mendekati kenaikan BBM. Suply BBM harus dilebihkan menjelang dan pasca kenaikan BBM ini. Jika ada yang melakukan penimbunan, efek terhadap pasar tidak akan lama dan tidak besar. Pengamanan terhadap penjualan di SPBU harus sudah dilakukan sebelum rencana kenaikan ini.

Kita harus senantiasa ingat bahwa BBM merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu, harus selalu mencari cara untuk mengurangi ketergantungan kita pada penggunaan BBM ini. Energi alternatif, konversi energi, dan langkah lainnya senantiasa dilakukan dalam rangka pengurangan ketergantungan kita pada BBM. Bahkan di beberapa negara mengenakan pajak tambahan atas penggunaan BBM. Jadi wajar kok kalau pemerintah melakukan penghematan BBM.

0 comments: