Jumat, 08 Juli 2011

Pendidikan dalam APBN


Sesuai dengan amanat Pasal 32 ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi "Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional", maka porsi dana pendidikan dalam APBN kita ditetapkan sebesar 20% dari total belanja. Sepintas hal ini terdengar bagus. Pengalokasian dana 20% dari APBN untuk pendidikan dianggap sebagai wujud tanggung jawab pemerintah terhadap pendidikan warga negaranya. Biaya pendidikan yang semakin tinggi menjadi salah satu alasan pengajuan usul ini. Dulu hal ini dianggap sebagai prestasi dari wakil kita karena telah berhasil memperjuangkan salah satu kebutuhan primer dari rakyat.

Angka 20% 'dulu' dianggap sedikit bagi yang mengajukan. Mengingat porsi dana pendidikan di negara lain justru lebih besar. Data tahun 2003, dana APBN yang dialokasikan untuk pendidikan di Singapura telah mencapai 27%, Malaysia sebesar 22% dan 2008 mencapai 26%, sedangkan Thailand mencapai 21%. Data Balitbang Depdiknas 2003 menyebutkan berkaitan dengan porsi biaya pendidikan, yang ditanggung orang tua siswa berkisar 63,5%–87,75% dari biaya total. Data 2006 berdasarkan laporan ICW menunjukkan biaya pendidikan yang ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat (selain orang tua/siswa) hanya berkisar antara 12,22%–36,65%. Sementara berdasarkan laporan Bank Dunia, Indonesia hanya menyediakan 62,8% dari keperluan dana penyelenggaraan pendidikan nasionalnya.

"Indonesia adalah satu dari tiga negara selain Taiwan dan Brazil yang telah secara tegas mencantumkan besaran angka persentase anggaran pendidikan di dalam konstitusinya.” (http://pelayanrakyat.blogspot.com).

Bagaimana keadaan sekarang?

Seiring dengan peningkatan jumlah belanja dalam APBN, jumlah dana yang dialokasikan untuk pendidikan semakin meningkat juga. Tahun ini saja terdapat tambahan dana pendidikan sebesar Rp16,67triliun sebagai akibat dari penambahan belanja dari Rp1.229,6triliun menjadi Rp1.313,4triliun. Total anggaran pendidikan menjadi Rp262,68triliun dari yang sebelumnya Rp245,92triliun.Rencananya tambahan tersebut Rp14,4trilun akan dialokasikan untuk penyesuaian dan sisanya untuk dana pengembangan pendidikan nasional.

Sudahkah melihat permasalahannya?
Peningkatan dana pendidikan tidak serta merta diimbangi dengan peningkatan proyek yang akan dilakukan. Lantas bagaimana dengan pengalokasian tambahan dana ini? Terlepas dari opini BPK atas laporan Kementerian Pendidikan yang menyatakan "disclaimer", penambahan dana yang jumlahnya cukup besar bila tidak dikelola secara bijak justru akan membebani APBN kita.

Angka 20% dari APBN bukanlah jumlah yang kecil, mengingat masih banyak hal lainnya yang harus dibiayai dengan APBN. Belanja pegawai juga membutuhkan alokasi dana yang besar. Nondiscretionary spending (belanja terikat) yang jumlahnya sudah absolut tahun ini sebesar Rp912triliun, yang berarti sebesar 69,44% dari total APBN. Sedang sisanya adalah belanja tak terikat termasuk Rp116triliun utang. Melihat dari total ini, maka fiscal space dalam APBN kita bisa dibilang sangat rendah. Komposisi belanja negara masih didominasi oleh belanja mengikat yang bersifat wajib. Sekitar 97 % dari Pendapatan Dalam Negeri (Pajak dan PNBP) tahun 2010 digunakan untuk membiayai belanja mengikat yang bersifat wajib, antara lain untuk transfer ke daerah (35%); belanja pegawai dan barang (27%); subsidi (20%); dan bunga Utang (11%). Dana yang tersisa untuk belanja tidak mengikat (Diskresioner), antara lain belanja modal untuk infrastruktur dan bantuan sosial menjadi sangat terbatas.Padahal kita masih sangat memerlukan infrastruktur dalam menunjang pengembangan ekonomi. Selain itu infrastruktur yang baik merupakan daya tarik investor selain pangsa pasar.

Pemerintah memiliki keterbatasan fiscal space. Padahal mandatory spending untuk pendidikan sebesar 20% belum tentu dapat diserap dengan baik. Oleh karena itu pengalokasian 20% dana pendidikan dalam APBN belum tentu menjadi jalan yang baik. Yang dipertanyakan selanjutnya adalah bagaimana pengelolaan 20% APBN ini? Silakan dilihat dari laporan Kementerian Pendidikan. Serta bagaimana dampak penambahan alokasi dana pendidikan dalam pendidikan itu sendiri? Apakah pendidikan kita semakin baik atau semakin terjangkau? Silakan dilihat dalam kenyataan sendiri. Selengkapnya...