Rabu, 19 Januari 2011

Euforia kenaikan harga sawit


Harga sawit dunia terus melambung tinggi. Petani sawit mengalami keuntungan akan fenomena ini. Pemerintah juga melakukan berbagai upaya untuk mensupport kenaikan harga sawit ini. Beberapa waktu yang lalu, kenaikan bea keluar oleh pemerintah terhadap ekspor sawit dirasa memberatkan para petani. Padahal sebenarnya, pemerintah berusaha untuk mendorong industri sawit dalam negeri untuk lebih inovatif dalam mengolah sawit mereka sehingga mampu mengekspor sawit olahan yang tentu saja memiliki harga jual yang lebih tinggi daripada sawit mentah.

Namun ada hal yang terlupakan dari euforia kenaikan harga sawit ini, yaitu lingkungan. Jika memang pasar sawit menggiurkan, mengapa negara sentra sawit hanya Indonesia dan Afrika? Negara lain apakah tidak mampu juga untuk mengembangkan sawit. Beberapa negara memiliki iklim dan struktur tanah yang hampir sama dengan kita. Mereka mungkin telah menyadari bahaya dari sawit ini.

Menurut Sawit Wach, penanaman kelapa sawit sendiri menimbulkan beberapa dampak negatif seperti berkurangnya unsur hara dalam tanah. Sawit dinilai rakus memakan unsur hara dalam tanah. Bahkan satu tanaman mampu menyerap air 12 Liter per hari. Penggunaan pupuk kimia untuk merangsang pertumbuhan kelapa sawit menambah dampak negatif terhadap tanah.

Di samping itu, banyaknya investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya di pertanian sawit mengakibatkan banyaknya konversi lahan. Akibatnya berkuranglah lahan penyerapan air, keluasan hutan, dan sebagainya. Sehingga rentan terhadap erosi. Di samping itu, sistem pertanian monokulturasi juga membuat hama merusak ekosistem yang telah ada.

Melihat dari dampak yang ditimbulkan, sudah sepantasnyalah kita mulai berhitung dengan para investor untuk masalah lingkungan yang ditimbulkan. Apalagi perkebunan sawit justru didominasi asing. Mereka mendapatkan keuntungan akan tetapi kita akan menanggung kerugian jangka panjangnya.

Jangan sampai kita terlena oleh kenikmatan sesaat.

0 comments: