Entah mengapa kita terlalu memusingkan pernyataan Presiden menyangkut gaji beliau yang tidak naik selama 7 tahun. Terlepas dari masalah keetisan, pernyataan beliau diikuti dengan kemungkinan standardisasi gaji menurut beban kerja masing-masing.
Jika berbicara mengenai gaji, hampir dapat dipastikan semua orang akan menjadi sangat sensitif. Semua pihak menginginkan peningkatan penghasilan. Di sini saya tidak akan membicarakan penghasilan dari sektor swasta. Karena tidak berdampak pada pembelanjaan negara. Jika pegawai negeri meminta kenaikan penghasilan maka akan menambah beban APBN terutama kenaikan dari sisi belanja pegawai yang bersifat mengikat (discresionary). Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya ruang untuk porsi pembangunan sektor riil.
Namun jika kita cermati, kenaikan gaji pun merupakan pedang bermata ganda bagi pegawai itu sendiri. Di satu sisi kenaikan gaji bisa membuat kekayaan kita bertambah. Namun di sisi lain, hal ini juga memicu inflasi karena semakin banyak uang yang beredar di masyarakat.
Selama ini kita mungkin terfokus pada penambahan kekayaan berupa penambahan jumlah uang. Namun pada dasarnya, real money balance yang penting. Sederhananya ketika dulu kita memiliki uang Rp20.000,00 dan kita mampu membeli 5 roti dengan harga Rp4.000,00 per roti. Namun ketika uang kita bertambah menjadi Rp30.000,00, sedangkan harga roti Rp7.500,00 maka kita hanya mampu membeli 4 roti saja. Walaupun uang kita bertambah namun pada kenyataannya kita malah semakin miskin. Fenomena inilah yang menjadi dampak negatif dari kenaikan gaji pegawai.
Jadi, mulailah berfikir pada inti. Bukan dengan menaikkan gaji untuk menambah kesejahteraan seseorang, tapi dengan mengendalikan inflasi pada tingkat tertentu. Sehingga diharapkan inflasi yang terjadi merupakan cerminan pertumbuhan ekonomi riil.
0 comments:
Posting Komentar