Apa itu SJSN?
SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) adalah suatu program jaminan sosial yang diharapkan mampu menjamin seluruh rakyat Indonesia. SJSN terbagi menjadi lima komponen jaminan utama yaitu jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun. Penyelenggaraan SJSN ini sebagai wujud dari pelaksanaan amanat UUD 1945 pasal 34 ayat 2 yang berbunyi “Negara mengembangkan sistem jaringan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.
Pelaksanaan UU SJSN diatur oleh UU nomor 40 tahun 2004. Pengawasan pelaksanaannya dilakukan oleh DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional). Sedangkan pelaksananya adalah BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). Dalam penyelenggaraannya akan bertanggung jawab kepada presiden. PT (Persero) Jamsostek, PT (Persero) Taspen, PT (Persero) Askes, dan PT (Persero) Asabri akan menjadi administrator BPJS.
Sejak pemberlakuan UU tentang SJSN, seharusnya semua ketentuan yang mengatur tentang penyelenggaraan jaminan sosial tersebut selaras dengan UU SJSN. Dimulai dari hal yang paling mendasar mengenai bentuk BPJS hingga pengelolaan dana jaminan sosial. Menurut UU SJSN, BPJS adalah badan yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Mengingat tujuan pembentukannya, maka BPJS adalah badan nirlaba yang ditujukan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan peserta. Sedangkan lembaga penyelenggara jaminan sosial yang ada sekarang berbentuk PT (Persero) dan BUMN yang modalnya berasal dari modal saham yang menunjukkan bahwa badan tersebut bersifat profitable.
Salamuddin Daeng, peneliti pada Institute for Global Justice (IGJ) mengatakan bahwa meskipun perusahaan asuransi yang rencananya akan ditunjuk negara sekalipun adalah BUMN, tidak ada jaminan fungsi sosialnya dapat dilaksanakan. Ini karena jika dilihat dari orientasi ekonominya, BUMN-BUMN yang dimaksud adalah perusahaan yang berorientasi pada profit yang tidak ubahnya dengan perusahaan swasta lainnya. Belajar dari krisis keuangan global yang melanda AS dan kemudian menular ke Eropa, Jepang, dan bahkan negara-negara berkembang, ini sebagian besar merupakan akibat ulah perusahaan-perusahaan asuransi. Pengalaman hancurnya perusahaan-perusahaan asuransi AS merupakan fakta bahwa menyerahkan urusan jaminan sosial dan asuransi sosial pada sektor swasta sama sekali bukan hal yang tidak berisiko.
Proses bisnis SJSN
Untuk melaksanakan UU SJSN dibentuk BPJS. Dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.
Selain itu juga terdapat DJSN berfungsi merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan SJSN. Selain itu DJSN juga berfungsi sebagai pengawas operasional teknis dari BPJS. Pemerintah harus menetapkan fungsi pengawasan apakah terletak pada sekretariat DJSN atau Bappepam LK.
Hasil pengelolaan dan jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program untuk sebesar-besarnya kepentingan peserta. Prinsip pengelolaan dana jaminan sosial dalam ketentuan ini adalah hasil berupa deviden dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta. Jaminan sosial BPJS wajib membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum. Cadangan teknis menggambarkan kewajiban BPJS yang timbul dalam rangka memenuhi kewajiban di mata depan peserta.
Pemerintah dapat melakukan tindakan khusus guna menjamin terpeliharanya tingkat kesehatan keuangan BPJS. Pengawasan terhadap pengelolaan keuangan BPJS dilakukan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Misalnya pemerintah dapat menetapkan besarnya manfaat pensiun ketika sedang kekurangan dana.
Iuran SJSN ditanggung bersama antara pemberi kerja, pegawai, dan pemerintah. Untuk sector formal, antara pemberi kerja dan pegawai akan menanggung bersama berdasarkan persentase tertentu dari upah. Sedangkan untuk sector informal berdasarkan nominal tertentu atau persentase tertentu dari upah. Untuk informal yang tergolong miskin akan ditanggung oleh pemerintah sedang untuk informal yang tidak tergolong miskin akan ditanggung sendiri.
Melihat dari proses bisnis SJSN, maka pengeluaran negara yang terkait dengan SJSN akan meliputi tiga hal yaitu:
a. Pengeluaran terkait dengan pembayaran dana jaminan sosial bagi PNS dimana negara bertindak sebagai pemberi kerja;
b. Pengeluaran terkait dengan pembiayaan untuk sektor informal yang tergolong miskin;
c. Pengeluaran terkait dengan lembaga-lembaga yang mendukung berjalannya SJSN seperti untuk DJSN dan Sekretariat, maupun pengawasan dan pengendalian operasional BPJS, dan penegakan hukum.
Agar SJSN dapat dimulai, beberapa fungsi dan proses pendukung pokok harus telah dikembangkan dan dilaksanakan. Fungsi-fungsi tersebut antara lain:
· Penerbitan nomor indentitas tunggal (Single Identity Number). Setiap orang yang menjadi anggota SJSN harus memiliki nomor indentitas tunggal. Setiap orang memiliki nomor indentitas dan tidak seorangpun yang memiliki nomor indentitas lebih dari satu.
· Prosedur administrasi program SJSN. Fungsi harian yang harus dilakukan oleh BPJS yang bertanggung jawab untuk masing-masing program SJSN harus diidentifikasi dan proses bisnis untuk menyelesaikan tugas-tugas tersebut harus disusun.
· Manajemen keuangan. Manajemen keuangan meliputi penentuan tarif kontribusi, persiapan model-model keuangan dan proyeksi keuangan, perhitungan cadangan, penyusunan laporan aktuaria, analisis statistik, persiapan pembuatan buletin statistik, laporan tahunan, dll.
· Pengumpulan iuran dan data serta penegakan hukum. Iuran dan data-data keanggotaan harus dikumpulkan setiap bulan untuk semua peserta kelima program jaminan sosial. Proses ini harus dirancang dan diotomatisasi. Pemerintah juga harus menegakkan aturan pembayaran iuran jaminan sosial dan memidanakan pengusaha dan pekerja yang tidak mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku.
· Pengawasan dan pengendalian terhadap BPJS. Undang-undang SJSN mengindikasikan bahwa DJSN bertanggung jawab untuk mengawasi BPJS. Namun, DJSN adalah sebuah lembaga politis yang tidak memiliki staf untuk mengawasi dan tidak memiliki keahlian teknis aspek operasional BPJS.
· Edukasi publik. Ketentuan, hak-hak, dan kewajiban peserta SJSN harus dikomunikasikan kepada seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat juga harus memahami semua lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem SJSN dan peran masing-masing lembaga tersebut. Selain itu, edukasi kepada media secara khusus diperlukan untuk memastikan adanya pemberitaan yang akurat. Edukasi kepada Parlemen juga diperlukan untuk memastikan mereka mengerti alasan, tujuan, dan kepentingan dari berbagai program SJSN dan lembaga-lembaganya. Pemerintah harus memutuskan lembaga mana saja yang akan bertanggung jawab untuk setiap fungsifungsi tersebut dan memastikan bahwa lembaga tersebut memiliki staf, anggaran, dan sumber daya lainnya yang dibutuhkan untuk beroperasi secara efektif.
0 comments:
Posting Komentar