Keadaan pertumbuhan industri di Indonesia
Berdasarkan data dari Kadin, pertumbuhan industri Indonesia mengalami penurunan dalam empat tahun terakhir. Hingga akhir tahun ini pertumbuhan industri menurun sebesar 1,8%. Persoalan yang mendasar pada industri dasar diantaranya adalah ketergantungan yang besar terhadap barang baku impor. Hal tersebut dikarenakan sektor industri bahan baku, bahan pembantu, barang setengah jadi, dan komponen belum berkembang.
Terpuruknya daya saing kita, oleh berbagai kalangan, salah satunya disebabkan karena membengkaknya biaya overhead produksi. Sebagai illustrasi, dari hasil identifikasi perusahaan Jepang, bila biaya produksi manufaktur kita diberi indeks 100, maka Cina hanya sekitar 62, Filipina 77, Malaysia 79, dan Thailand 89. Struktur biaya produksi manufaktur kita juga sangat rentan dimana biaya overhead mencapai 33.37 dan biaya untuk material mencapai 58.26. Sebagai bandingannya: overhead di Cina hanya 17.06 dan material hanya 39.89.
Nilai impor bahan baku, bahan antara (intermediate), dan komponen untuk seluruh industri meningkat dari 28 persen pada tahun 1993 menjadi 30 persen pada tahun 2002. Khusus untuk industri tekstil, kimia, dan logam dasar nilai tersebut mencapai 30-40 persen, sedangkan untuk industri mesin, elektronik dan barang-barang logam mencapai lebih dari 60 persen. Tingginya kandungan impor ini mengakibatkan rentannya biaya produksi terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah dan kecilnya nilai tambah yang mengalir pada perekonomian domestik.
Pengenaan bea masuk industri
Pengenaan tarif bea masuk yang lebih tinggi sebaiknya dikenakan pada industri hilir, yaitu industri yang menghasilkan barang jadi. Hal ini dilakukan untuk melindungi industri dalam negeri. Industri hilir yang ada di dalam negeri dapat tetap berproduksi dan bersaing dengan produk luar negeri. Bea masuk yang tinggi ini membuat harga produk dalam negeri kompetitif terhadap produk luar negeri yang sebagian besar lebih rendah dari produksi dalam negeri.
Untuk industri hulu yang menghasilkan barang mentah sebaiknya dikenakan bea masuk yang kecil atau bahkan adanya fasilitas pembebasan bea masuk untuk komoditi yang tidak dapat disediakan oleh bangsa kita. Tujuannya untuk memacu pertumbuhan industri dalam negeri dalam memperoleh bahan baku dengan harga yang murah. Jumlah industri hulu di Indonesia untuk sebagian besar komoditi terbilang rendah. Misalnya untuk industri plastik saja hanya sekitar lima hingga enam persen yang bergerak di sektor hulu. Hal tersebut mengakibatkan industri hilir masih harus menggantungkan sebagian besar kebutuhannya akan barang mentah pada produk impor. Maka jika bea masuk diterapkan lebih tinggi pada industri hulu, secara tidak langsung kita akan mempercepat proses deindustrialisasi.
Kebijakan bea masuk yang rendah diterapkan untuk industri hulu yang berdampak luas pada industri hilir sehingga dapat membantu menekan biaya produksi industri hilir. Selain itu kebijakan bea masuk atas industri hulu juga harus memperhatikan ketersediaan dalam negeri. Untuk barang-barang yang tersedia cukup banyak di dalam negeri dikenakan bea masuk yang lebih tinggi. Sehingga industri hilir dalam negeri dapat memperoleh bahan bakunya dari industri hulu dalam negeri. Dengan menekan biaya produksi industri hilir, membuat industri hilir mampu bersaing.
Misalnya untuk industri hilir baja. Penghapusan bea masuk untuk baja dipandang dapat memacu pertumbuhan kedua sektor industri tersebut. Selama ini ketersediaan baja dari industri hulu dalam negeri dianggap belum mencukupi kebutuhan pasokan baja industri hilir. Selain itu, dengan pengenaan bea masuk tersebut akan memacu industri hulu baja dalam negeri agar lebih kompetitif dengan menaikkan kualitas produksinya.
Selain itu kebijakan pengenaan bea masuk yang lebih kecil untuk industri hulu pun harus diimbangi dengan kebijakan yang lain seperti kuota impor baja luar negeri atau pun pihak yang melakukan impor. Tarif bea masuk dibuat agar industri hilir dapat memilih apakah akan membeli produk industri hulu dalam negeri ataupun impor dari luar negeri.
Jadi tarif bea masuk akan progresif. Dari industri hulu yang akan dikenakan tarif paling rendah, meningkat pada industri barang setengah jadi, dan tarif paling tinggi dikenakan pada barang jadi atau industri hilir.
0 comments:
Posting Komentar