Kamis, 11 November 2010

Paradoks Indonesia

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Setidaknya salah satu modal utama pembangunan ada di sini. Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa posisi perekonomian Indonesia tidak maju? Beberapa bagian menjawab hal tersebut dikarenakan sumber daya alam yang ada tidak didukung dengan sumber daya manusia yang berkualitas yang seharusnya dapat mengoptimalkan potensi sumber daya alam tersebut. Lainnya menjawab hal tersebut dikarenakan kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Pernahkah kita berpikir bahwa disadari ataupun tidak, kita menjadi bagian dalam menentukan posisi Indonesia tersebut. Tidak usah terlalu muluk dengan membicarakan perekonomian secara makro, kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi global, dan sebagainya. Ada beberapa hal kecil yang menggelitik untuk dicermati tentang sikap kita sebagai warga negara Indonesia yang seharusnya turut memiliki andil dalam memajukan perekonomian kita.

Cinta akan budaya dalam negeri. Hal tersebut mudah dikatakan. Namun apakah sudah melekat pada kehidupan kita. Memakai batik buatan Indonesia dan barang kerajinan lainnya merupakan salah satu cermin dari sikap tersebut. Jika permintaan terhadap pasaran batik menjadi naik, dapat mendorong pertumbuhan industri batik. Hal tersebut sekaligus dapat melindungi batik, yang notabene warisan budaya bangsa, agar tidak diakui sebagai bagian dari budaya bangsa lain. Tapi Indonesia tidak Cuma sebatas batik atau angklung. Lebih dari itu, sikap dan mental kita yang cenderung bangga menggunakan produk luar negeri turut menjadi andil. Jika yang menjadi alasan adalah kualitas produk dalam negeri yang masih kalah dengan produk luar negeri, berarti yang menjadi tugas konsumen adalah membantu produsen dalam negeri untuk meningkatkan kualitasnya. Menurunnya jumlah permintaan atau jumlah permintaan yang sedikit terhadap produk dalam negeri sedikit banyak berpengaruh pada volume produksi dalam negeri dan daya saing produk dalam negeri terhadap produk luar negeri. Misalnya buah kakao. Sekitar 40% dari produksi buah kakao di Indonesia diekspor ke luar negeri. Di luar negeri, buah kakao tersebut diolah menjadi cokelat dan hasilnya diimpor oleh Indonesia. Dalam pangsa pasar dalam negeri, harga cokelat impor tersebut relatif lebih tinggi dari cokelat lokal. Namun permintaan terhadap cokelat impor tersebut tetap tinggi. Akibatnya cokelat lokal yang jumlahnya relatif lebih sedikit kalah bersaing dengan cokelat buatan luar negeri. Jangan hanya memandang dari segi kualitas saja. Masyarakat India tetap bangga menggunakan produksi dalam negeri mereka. Sehingga masuknya barang-barang luar negeri yang tidak diimbangi dengan tingginya permintaan tidak mempengaruhi produksi lokal secara signifikan. Padahal, barang-barang impor yang masuk ke India pun memiliki kualitasnya yang lebih tinggi dibanding produk lokalnya. Sikap mental yang seperti inilah yang masih belum dimiliki oleh kita. Perasaan bangga memakai sepatu buatan designer terkenal model Italy dibandingkan dengan buatan Cibaduyut bukan hal yang asing lagi. Pemakaian kosmetika bagi kaum perempuan buatan luar negeri pun memiliki masalah yang sama. Buatan luar negeri memang bagus. Namun buatan Indonesia tidak kalah. Malah kosmetik dalam negeri justru dirancang khusus untuk kulit daerah tropis yang lebih cocok untuk kulit wanita Indonesia. Batik saja sekarang mulai terganggu dengan kehadiran batik China yang harganya lebih murah. Tidakkah menjadi paradoks bila batik yang katanya asli Indonesia kalah dengan batik buatan luar negeri. Hal tersebut justru terjadi di dalam negeri sendiri. Bagaimana dunia dapat menghargai kita jika mental kita tetap dipertahankan seperti ini. Apalagi jaman ekonomi bebas dengan diterapkannya Free Trade Area maupun pasar bebas membuat produk impor lebih leluasa memasuki pangsa pasar Indonesia. Apa jadinya industri Indonesia jika tetap seperti ini? Proteksi atas produksi dalam negeri tidak hanya sebatas kebijakan, tidak hanya sebatas kualitas industri, tidak hanya datang dari pemerintah maupun produsen. Perilaku konsumen juga menentukan. Apalagi masyarakat kita cenderung konsumtif. Dimanakah arti sumber daya alam yang melimpah itu? Mulailah berhenti menyalahkan pihak lain atas keadaan ekonomi sekarang. Lihat dulu pada diri kita. Sudah banggakah kita sebagai bangsa Indonesia?

0 comments: