Selasa, 16 Agustus 2011

Back to The Old One


Krisis pangan global dialami hampir di semua negara. Harga pangan global terus melonjak naik seiring dengan naiknya harga minyak mentah dunia. Indonesia juga terancam krisis pangan. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengungkapkan peningkatan nilai impor pangan selama semester pertama 2011 mencapai 7% dari total impor nasional. Padahal Indonesia adalah negara agraris. Sebuah anomali bahwa negara agraris mengimpor pangan. Berkurangnya stok pangan dunia dan lonjakan kenaikan harga pangan yang signifikan membuat krisis pangan global berpotensi menjadi ancaman besar.Indeks harga pangan FAO pada Desember 2010 mencapai rekor tertinggi, yaitu mencapai 214,7.FAO dan OECD memprediksi pada 2007-2016 produksi pangan dunia merosot hingga 5%.

Selama ini Indonesia terus mengandalkan impor pangan untuk memenuhi kekurangan kebutuhan pangan. Melihat ancaman krisis pangan, beberapa negara memulai untuk melakukan larangan ekspor pangan guna menyediakan cadangan pangan dalam negeri. Jika larangan ekspor pangan diberlakukan secara ketat maka bukan hal yang mustahil kelaparan akan melanda Indonesia sebagaimana terjadi di sekitar tahun 1984.

Mungkin sekarang sudah waktunya pemerintah untuk memfokuskan politik ketahanan pangan. Peralihan menjadi negara industri seharusnya memperhatikan potensi dan kemampuan masyarakat yang ada. Sejarah beberapa negara membuktikan bahwa industrialisasi akan menciptakan kapitalisme.


Apa itu Politik Ketahanan Pangan?
Politik Ketahanan Pangan sebenarnya bukan hal yang baru bagi kita. Hal ini telah dimulai sejak tahun 1950. Perkembangan politik ketahanan pangan dari masa ke masa pun berfluktuasi. Namun kini, ketahanan pangan Indonesia tidak dapat dikatakan stabil mengingat ketergantungan kita terhadap pangan impor cukup besar. Total jumlah impor pangan adalah sebesar 7% dari total impor. Apabila pasokan pangan dalam negeri kurang mencukupi kebutuhan dalam negeri, maka impor bukan merupakan alternatif terbaik.

Masih ingatkah kita dengan pemberlakuan cadangan bulog sebagai basis ketahanan pangan nasional? bahkan di setiap tingkat provinsi (dahulu Dati I) maupun kabupaten (Dati II). Penyuluhan kepada petani pun gencar dilakukan. Sering ditemukan bibit unggul baru. Pemberantasan praktik ijon kepada para tengkulak pun gencar dilakukan. Bukan hal yang mudah untuk mencapai swasembada pangan. Indonesia pernah mencapai hal tersebut. Namun tidak dapat dijaga keberlanjutannya.


Selain itu, konversi bahan pangan pokok dari beras ke bahan pangan alternatif pun sempat dilakukan guna mengurangi ketergantungan kita terhadap beras. Misalnya jagung maupun sagu. Pemerintah juga menetapkan harga pangan lokal yang sedikit lebih tinggi dari harga pangan dunia guna mengantisipasi ekspor pangan ilegal.

Selain dari sisi supply, politik ketahanan pangan juga memerlukan kerja sama dari sisi demand,yaitu jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dari pertumbuhan jumlah pangan membuat perlunya pembatasan jumlah kelahiran. Program KB dengan slogan :Dua anak cukup pun diciptakan.

Revitalisasi pangan yang dilakukan pemerintah tidak serta merta diimbangi dengan ketahanan dan swasembada pangan, akibatnya program ini tidak berjalan secara maksimal. Oleh karenanya, sudah saatnya kita untuk berfikir ulang mengenai prioritas pembangunan mulai dari yang paling prioritas.







0 comments: