Mungkin beberapa waktu yang lalu kita sempat mendengar beberapa negara melakukan kebijakan pelemahan mata uang. Kebijakan pelemahan mata uang adalah kebijakan moneter yang diambil dalam hal nilai mata uang dalam negeri terlalu tinggi. Contoh negara yang melakukan kebijakan ini adalah Jepang, China. Mengapa negara perlu untuk melemahkan mata uang?
Saya gambarkan secara sederhananya seperti berikut:
Saat ini nilai 1 US Dollar setara dengan Rp9.000. Rupiah dikatakan menguat apabila nilai 1 US Dollar turun misalnya menjadi Rp6.000. Kita harus berhati-hati terhadap keadaan demikian karena ekspor bisa sangat terpukul. Penguatan rupiah akan menyebabkan harga barang-barang Indonesia menjadi lebih mahal di luar negeri. Menurunnya kuantitas ekspor akan sangat terasa pada perekonomian apabila neraca pembayaran Indonesia selalu surplus sebelumnya. Pendapatan para pengekspor akan menurun. Dalam rangka menjaga kestabilan perekonomian secara nasional, bank sentral perlu melakukan upaya misalnya dengan mengintervensi mata uang. Tujuannya agar penguatan nilai mata uang tidak menimbulkan dampak yang besar. Beberapa waktu yang lalu kita mendengar istilah currency war. Hal itu merupakan keadaan dimana bank sentral di beberapa negara melakukan intervensi terhadap mata uangnya.
Lantas bagaimana cara untuk mengintervensi mata uang jika keadaan nilai mata uang mengalami penguatan yang signifikan? Salah satu caranya adalah melalui quantitative easing. Apa itu quantitative easing?
Quantitative easing yang selanjutnya kita sebut QE adalah langkah bank sentral membanjiri pasar dengan mata uang dengan meningkatkan money supply. Bank sentral melakukannya misalnya dengan menciptakan pinjaman baru untuk pembelian aset dari pemerintah. Hasil penjualan aset ini digunakan untuk membeli barang atau jasa dan untuk membeli aset yang lebih banyak lagi.
Langkah untuk menambah money supply ini tidak harus dengan menerbitkan fisik uang lagi namun bisa juga dengan mengubah angka di neraca bank sentral tersebut. Angka yang ditambahkan tadi digunakan untuk membeli aset misalnya SUN. Angka ini akan masuk dalam perekonomian negeri pada akhirnya. Pada kenyataannya bank sentral tidak perlu repot untuk mencetak uang. Sistem transaksi elektronik akan semakin memudahkan langkah bank sentral ini.
Apa tujuan dari QE?
Dengan penambahan jumlah uang yang beredar, maka akan merangsang perekonomian dari segi pembelanjaan. Akan tetapi, pencetakan uang lebih banyak lagi ini harus benar-benar dipikirkan secara matang. Zimbabwe telah memberikan contoh dimana pencetakan uang secara berlebihan justru menjadi bencana.
Apakah kebijakan pelemahan mata uang ini tidak menimbulkan reaksi bagi negara pengimpor? Tentu saja kebijakan ini menimbulkan reaksi. Misalnya pada kasus ekspor China yang diembargo oleh AS. Akan tetapi, karena pada tahun-tahun sebelumnya produk China sudah lebih dulu menguasai pasar di AS, maka kebijakan embargo ini jika terlalu lama diterapkan justru akan merugikan AS sendiri.
Kebijakan pelemahan mata uang ini tidak dapat dikatakan berhasil. Jepang yang dikatakan sukses melakukan kebijakan ini pun belum menyepakati keberhasilannya. PDB Jepang memang terbukti tidak merosot. Akan tetapi pertumbuhan PDBnya kecil dan tidak konsisten setelah programitu berakhir. Kebijakan moneter ini tidak bisa hanya dilakukan sendirian. Perlu juga mendapat dukungan dari kebijakan moneter non konvesional dan kebijakan fiskal yang agresif juga. Selengkapnya...